PKS Kritik Jokowi Ogah Tunda Pilkada 2020, Tapi Tak Mau Ada Pilkada di 2022

| 01 Feb 2021 15:20
PKS Kritik Jokowi Ogah Tunda Pilkada 2020, Tapi Tak Mau Ada Pilkada di 2022
Hidayat Nur Wahid (Dok. Antara)

ERA.id - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid mengingatkan agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden untuk segera memutuskan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) pada tahun 2022 dan tahun 2023. Sebab banyak daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis pada tahun tersebut, sehingga tak perlu diundur ke 2024 dibarengkan serentak dengan Pilpres dan Pileg. 

HNW sapaan akrabnya menyampaikan, pelaksanaan pilkada tetap pada 2022 dan 2023 tersebut merupakan bentuk dari keadilan. Sebab pilkada 2020 saja tetap diselenggarakan meski pun dalam kondisi pandemi Covid-19. Selain itu, juga untuk menjaga stabilitas politik dan meminimalisir gangguan keamanan yang akan semakin menumpuk terhadap penyelenggaraan Pilpres dan Pileg serentak bila Pilkada digabungkan juga. 

Apalagi, HNW mengingatkan, Pemerintah dan DPR perlu belajar dari pengalaman Pemilu 2019 dimana Pileg dan Pilpres digabungkan, telah menghadirkan korban ratusan KPPS yang meninggal. Lalu masyarakat tak fokus memilih anggota DPR/DPRD, karena fokus hanya pada Pilpres. Maka, bisa dibayangkan kerawanan keamanan dan tak kualitasnya ratusan pilkada bila digabungkan juga dengan pilpres. 

"Pemerintah, walau sebelumnya didesak untuk tidak melakukan pilkada di era pandemi Covid-19, tetap keukeuh menjalankan pilkada pada 2020. Dengan alasan antara lain kalau diundurkan akan hadirkan distabilitas politik dan kerawanan keamanan. Lalu, mengapa sekarang justru tidak mau meneruskan kebijakan itu untuk ratusan daerah yang berakhir kepemimpinannya pada tahun 2022 dan 2023?" tanyanya dalam siaran pers di Jakarta, Senin (1/2/2021).

HNW juga mengkritisi alasan Pemerintah bahwa penundaan Pilkada 2022 dan Pilkada 2023, dengan menariknya ke Pemilu serentak pada 2024 bersama dengan Pilpres dan pileg, karena alasan stabilitas politik dan keamanan. Ia menilai bahwa alasan tersebut justru bertolak belakang dengan rasionalitas dan kekhawatiran umum. Karena bila diundurk maka ratusan daerah yang mestinya dilakukan pilkada, akan dipimpin Pelaksana Tugas, yang ditunjuk oleh Pemerintah dalam rentang waktu yang panjang (2 tahunan) dengan kewenangan yang terbatas.

"Padahal akan mengurusi Pilpres dan Pileg juga. Dikhawatirkan dengan kondisi politik seperti itu justru akan hadirkan distabilitas politik dan kerawanan keamanan," katanya.

"Kalau Pilkada 2022 dan Pilkada 2023 diundurkan ke tahun 2024, justru sangat bisa terjadi distabilitas politik dan keamanan karena akan ada banyak daerah yang hanya dipimpin oleh Plt. Berbeda bila Pilkada yang mestinya diselenggarakan pada 2022/2023 sudah diselenggarakan sesuai jadwalnya, maka beban Pilpres/Pileg berkurang dan sudah diurusi olh Kepala Daerah definitif yang dipilih oleh Rakyat," tukasnya.  

Rekomendasi