ERA.id - Beredar isu soal AHY akan dikudeta oleh orang yang diduga berada dalam lingkaran istana. Sebelum isu itu mencuat, beberapa jam yang lalu Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono mencuitkan kalimat pendek yang menyinggung pemegang kekuasaan.
SBY dalam akun Twitternya pribadinya mengaku bahwa sebaiknya pemegang kuasa harus berpolitik dengan cara yang beradab. Ia pun menghubungkan isu itu dengan 3 golongan manusia.
"Bagi siapapun yang memegang kekuasaan politik, pada tingkat apapun, banyak cara berpolitik yang lebih bermoral & lebih beradab. Ada 3 golongan manusia, yaitu "the good", "the bad" & "the ugly". Kalau tidak bisa menjadi "the good" janganlah menjadi "the ugly". *SBY*"
Kepada rekan-rekan wartawan, pernyataan Ketua Umum kami tadi tentang duduk perkara dan kronologi kejadian sudah terang. Mengenai detil dan nama-nama, demi etika dan penghormatan kepada Kepala Negara, kami akan bicara setelah surat yang kami kirimkan tadi pagi dijawab Presiden.
— Rachland Nashidik (@RachlanNashidik) February 1, 2021
Siapa orangnya, hingga kini, partai Demokrat belum mau berbicara. Menurut mantan pengurus inti Demokrat, Rachland Nashidik, pihaknya masih menjunjung etiket kepada kepala negara.
"Kepada rekan-rekan wartawan, pernyataan Ketua Umum kami tadi tentang duduk perkara dan kronologi kejadian sudah terang. Mengenai detil dan nama-nama, demi etika dan penghormatan kepada Kepala Negara, kami akan bicara setelah surat yang kami kirimkan tadi pagi dijawab Presiden."
Laporan yang masuk ke AHY
Sekadar diketahui, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tiba-tiba mengadakan konfrensi pers. Di sana, ia menyatakan ada gerakan pengambilalihan paksa kepemimpinan Partai Demokrat.
"Kami memandang perlu untuk memberikan penjelasan secara resmi tentang duduk perkara yang sebenarnya. Yaitu tentang adanya gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, yang tentu mengancam kedaulatan dan eksistensi Partai Demokrat," kata AHY di Jakarta, Senin (1/2/2021).
AHY menjelaskan tentang gerakan politik yang bertujuan mengambil alih kekuasaan pimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional itu diketahui dari laporan dan aduan dari pimpinan dan kader Partai Demokrat baik pusat, daerah maupun cabang.
"10 hari lalu, kami menerima laporan dan aduan dari banyak pimpinan dan kader Partai Demokrat baik pusat, daerah maupun cabang, tentang adanya gerakan dan manuver politik oleh segelintir kader dan mantan kader Demokrat, serta melibatkan pihak luar atau eksternal partai, yang dilakukan secara sistematis," ungkap-nya.
Gabungan dari pelaku gerakan itu kata dia terdiri dari 5 orang, 1 kader Demokrat aktif, 1 kader yang sudah 6 tahun tidak aktif, 1 mantan kader yang sudah 9 tahun diberhentikan dengan tidak hormat dari partai, karena menjalani hukuman akibat korupsi.
"Dan 1 mantan kader yang telah keluar dari partai 3 tahun yang lalu. Sedangkan yang non-kader partai adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan, yang sekali lagi, sedang kami mintakan konfirmasi dan klarifikasi kepada Presiden Joko Widodo," kata dia.
AHY menyebutkan para pimpinan dan kader Demokrat yang melaporkan gerakan tersebut, merasa tidak nyaman dan bahkan menolak ketika dihubungi dan diajak untuk mengganti Ketum Partai Demokrat.
Ajakan dan permintaan dukungan untuk mengganti “dengan paksa” Ketum PD tersebut, dilakukan baik melalui telepon maupun pertemuan langsung. "Dalam komunikasi mereka, pengambilalihan posisi Ketum PD, akan dijadikan jalan atau kendaraan bagi yang bersangkutan, sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024," ujar AHY.
Konsep dan rencana yang dipilih para pelaku untuk mengganti dengan paksa Ketum PD yang sah, adalah dengan menyelenggarakan kongres luar biasa (KLB).
Berdasarkan penuturan saksi dalam berita acara pemeriksaan, menurutnya untuk "memenuhi syarat" dilaksanakannya KLB, pelaku gerakan menargetkan 360 orang para pemegang suara, yang harus diajak dan dipengaruhi, dengan imbalan uang dalam jumlah yang besar.
Lanjut AHY, para pelaku merasa yakin gerakan ini pasti sukses, karena mereka mengklaim telah mendapatkan dukungan sejumlah petinggi negara lainnya.
"Kami masih berkeyakinan, rasanya tidak mungkin cara yang tidak beradab ini dilakukan oleh para pejabat negara, yang sangat kami hormati, dan yang juga telah mendapatkan kepercayaan rakyat," tutur AHY.
Partai Demokrat berharap semua itu tidak benar. Tetapi, kesaksian dan testimoni para kader Partai Demokrat yang dihubungi dan diajak bicara oleh para pelaku gerakan tersebut, memang menyebutkan hal-hal demikian.
Sebenarnya, AHY menyatakan pihaknya sudah mencium gejala ini, sejak satu bulan yang lalu. Pada awalnya, pihaknya menganggap persoalan ini hanyalah masalah kecil saja, urusan internal belaka.
"Tetapi sejak adanya laporan keterlibatan pihak eksternal dari lingkar kekuasaan, yang masuk secara beruntun pada minggu yang lalu, maka kami melakukan penyelidikan secara mendalam," ucap dia.
Dalam upaya mempertahankan kedaulatannya, AHY memastikan akan menempuh jalur dengan mengindahkan konstitusi dan undang-undang, pranata hukum serta ikhtiar politik, yang bertumpu pada nilai-nilai keadilan, moral dan etika.
"Tentu kami akan bersikap tegas. Namun, InsyaAllah, Partai Demokrat akan tetap konsisten menggunakan cara-cara yang damai dan berkeadaban, bukan kekerasan dan kegaduhan sosial, yang mungkin saja akan mengganggu situasi nasional, yang tengah menghadapi tantangan pandemik COVID-19 dan krisis ekonomi dewasa ini," ujarnya.