Golkar 'Pecah Suara' Soal Revisi UU Pemilu

| 09 Feb 2021 14:50
Golkar 'Pecah Suara' Soal Revisi UU Pemilu
Ilustrasi pemilu (Dok. Antara)

ERA.id - Wakil Ketua Umum Golkar Azis Syamsuddin menyebut pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) di DPR RI penting dilakukan untuk menyempurnakan sistem demokrasi dan politik di Indonesia.  

"Pembahasan RUU Pemilu relevan dan penting untuk dilakukan dalam rangka memperkuat kualitas demokrasi bagi kemajuan bangsa dan negara yang kita cintai yaitu Indonesia," kata Azis melalui keterangan tertulis, Selasa (9/2/2021).

Dia menyebut ada enam alasan mengapa RUU Pemilu penting dan mendesak untuk dibahas. Pertama, UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebabkan kondisi kompleksitas pemilu lima kotak yaitu Pemilihan Presiden, DPR RI, DPD, DPRD I, dan DPRD II.

Kedua, pengaruh terhadap tingginya surat suara tidak sah (invalid votes) dan surat suara terbuang (wasted votes). Kemudian adanya Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang rekonstruksi keserentakan pemilu.

Keempat, menurut Azis, desain kelembagaan penyelenggara pemilu yang cenderung belum berimbang dalam membangun posisi dan relasi antara KPU, Bawaslu, dan DKPP. Selain itu, kebutuhan penyelarasan pengaturan dengan berbagai putusan MK terkait UU Pemilu seperti hak pilih, mantan terpidana, dan lain-lain. 

"Keenam, penyelesaian permasalahan keadilan pemilu dengan terlalu banyak ruang saluran (many room to justice) sehingga sulit mencapai keadilan dan kepastian hukum," kata Azis.

Terkait dengan adanya sejumlah partai politik yang meminta untuk menunda merevisi terhadap RUU Pemilu karena Pilkada dan Pemilu diselenggarakan bersamaan di tahun 2024, Wakil Ketua DPR RI ini menegaskan, bahwa revisi terhadap UU Pemilu bukan tertujuan untuk menggugurkan amanat UU Pilkada tahun 2016.

"Justru Sebaliknya, revisi terhadap UU Pemilu dibutuhkan untuk mencari solusi atas sejumlah kekhawatiran bila Pilkada dan Pemilu diselenggarakan serentak, seperti kesiapan anggaran, kesiapan penyelenggara, kesiapan pemilih, serta keadilan dan kepastian hukum. Dimana semuanya terkait dengan kualitas pemilu dan legitimasi," tegasnya.

Lebih lanjut, Azis menghimbau bila akhirnya sejumlah Fraksi di DPR RI memutuskan untuk tetap merevisi UU Pemilu, maka fokus pembahasan harus berkenaan dengan upaya mencari solusi dalam rangka membangun sistem penyelenggaran pemilu yang efektif, efisien.

"Upaya ini untuk menyempurnakan sistem demokrasi di Indonesia. Publik diharapkan tidak berspekulasi tentang rencana DPR melakukan revisi terhadap UU Pemilu," kata Azis.

Sikap Azis berbeda dengan rekan separtainya yang juga Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Golkar Ahmad Doli Kurnia yang menyebut saat ini partai-partai politik koalisi pemerintah, termasuk Partai Golkar, sudah satu suara untuk menunda pembahasan RUU Pemilu.

Menurutnya, sebagai partai koalisi pemerintah harus memiliki kesamaan pandangan dengan pemerintah. Oleh karena itu, Golkar akhirnya memutuskan untuk menunda pembahasan RUU Pemilu. Terlebih sudah kerap terjadi diskusi antara Jokowi dengan pimpinan partai politik koalisi.

"Saya kira ada diskusi-diskusi yang sangat intensif antara pemerintah dengan pimpinan partai politik kami sehingga pada akhirnya kemudian sampai pada suatu kesimpulan kita akan menunda pembahasan revisi UU," ujar Doli yang dikutip dalam rilis survei Indikator secara daring, Selasa (9/2/2021).

Sebelumnya, dua partai koalisi pemerintah yaitu Golkar dan NasDem termasuk fraksi di DPR RI yang gencar mendorong RUU Pemilu akhirnya memutuskan menunda pembahasan. Sikap ini belakangan mulai berubah.

Presiden Joko Widodo bersikap menolak RUU Pemilu. Sebab menurut Jokowi sebaiknya undang-undang terkait kepemiluan tidak melulu diubah menjelang Pemilu. Salah satu sikap tegas Jokowi adalah terkait penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 bersama Pilpres dan Pileg.

Rekomendasi