ERA.id - Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin menyebut tak ada pasal karet dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terlebih pada Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2 yang kerap menjadi perdebatan.
Menurutnya, dua pasal tersebut bukan pasal karet, tapi bagaimana para penegak hukum memahaminya ditambah dengan menggunakan hati nurani. Apalagi, dua pasal itu juga pernah diuji di Mahkamah Konstitusi dan hasilnya tidak ada masalah.
"Dapat dibayangkan bagaimana negeri ini akan kacau kalau bila rakyatnya dibebaskan saling menghujat, saling membuka aib dan saling mengungkapkan kebencian secara bebas dan vulgar. Termasuk menyebarkan kebencian karena SARA, padahal negeri ini kan negeri yang berkarakter pluralisme yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945," kata Hasanuddin melalui keterangan tertulisnya, Selasa (16/2/2021).
Meski demikian, Hasanuddin mengaku jika dua pasal itu lah yang kerap menjadi perdebatan dalam UU ITE. Namun, menurutnya permasalahan multitafsir pasal tersebut bisa diminimalisir apabila dibuat pedoman penafsiran secara komprehensif.
"Multitafsir atau penafsiran berbeda dapat diminimalisir dengan membuat pedoman tentang penafsiran hukum kedua pasal ini secara komprehensif," katanya.
Pasal 27 ayat 3 mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal ini yang kerap dinilai sebagai pasal karet. Tapi, menurut Hasanuddin, pasal tersebut sudah mengacu dan sesuai dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Pasal 27 ayat 3 ini acuannya KUHP Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik dan menista orang lain baik secara lisan maupun tulisan," bebernya.
Kemudian Pasal 28 ayat 2 terkait menyiarkan kebencian pada orang atau kelompok berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). Hasanuddin mengatakan, penegak hukum harus memahami dua pasal ini agar tidak salah penerapannya.
"Kedua pasal ini, Pasal 27 dan Pasal 28 harus dipahami oleh para penegak hukum agar tak salah dalam penerapannya. Apalagi pasal 27 itu sifatnya delik aduan, mereka yang merasa dirugikan dapat melapor dan pelapornya harus yang bersangkutan bukan orang lain," kata dia.
Hasanuddin berpendapat, penerapan Pasal 27 ayat 2 harus bisa dibedakan antara kritik dengan ujaran kebencian dan penghinaan. Penegak hukum harus bisa memahami itu.
Begitu pula dengan penerapan Pasal 28 ayat 3 juga harus hati-hati diterapkan dan selektif karena penting untuk menjaga keutuhan NKRI.
"Kalau dicampuradukkan antara kritik dan ujaran kebencian, maka saya rasa hukum di negara ini sudah tak sehat lagi," ucapnya.
Meski demikian, Hasanuddin tak melarang jika pemerintah meminta UU ITE harus direvisi misalnya dengan membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal dalam UU ITE.
"Kami di DPR terbuka, bila memang harus direvisi mari bersama kita revisi demi rasa keadilan dan demi tetap utuhnya NKRI," ujarnya.
"Saya juga mengajak kepada seluruh anak bangsa, marilah kita sebagai warga negara, bijaklah dalam menggunakan media sosial. Kritik membangun sah sah saja dan dilindungi UU, tapi jangan mencampuradukan kritik dengan ujaran kebencian apalagi penghinaan yang berujung laporan kepada polisi," pungkasnya.