ERA.id - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito menyebut data yang dipaparkan tim peneliti vaksin nusantara gagasan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, berbeda dengan yang diterima pihaknya.
Adapun tim peneliti memaparkan soal vaksin nusantara hasil uji klinis fase I dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi III, Kemenkes, BPOM, dan Kemenristek/BRIN di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021).
"Saya hanya memberikan komentar bahwa data yang diberikan tadi tidak sama dengan data yang diberikan pada BPOM," ujar Penny.
Meski demikian, Penny enggan menjabarkan secara detail perbedaan data yang dijabarkan oleh tim peneliti dengan yang diterima BPOM. Dia hanya menyebut, pihaknya telah selesai melakukan evaluasi atas uji klinis fase I Vaksin Nusantara.
Penny bilang, surat hasil evaluasi juga telah dilayangkan ke peneliti utama 1 dari RSPD Gatot Soebroto Jakarta, peneliti utama 2 dari Puslitbangkes, dan peneliti utama center dari RSUP Kariadi Semarang pada tanggal 3 Maret lalu.
"Kami melihat bahwa proses ini harus diselesaikan dulu oleh tim penelitinya, sehingga memang dalam kesempatan ini tidak akan membahas dikaitkan dengan data-data hasil dari hasil uji klinik tersebut," kata Penny.
Selanjutnya BPOM, kata Penny, akan menggelar pertemuan bersama para ahli dan tim peneliti vaksin nusantara pada 16 Maret 2021.
"Kami juga memberikan kesempatan ada satu pertemuan yang disebut dengan hearing. Sudah disepakati, hearing tersebut akan dilakukan pada tanggal 16 Maret 2021," kata Penny.
Menanggapi pernyataan tersebut, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena tetap meminta agar perbedaan data seperti tudiangan BPOM dibuka. Dia menegaskan, jangan sampai ada kebohongan publik terkait masalah data.
Melki mengatakan, ada konsekuensi hukum apabila terjadi kebohongan publik yang disampaikan dalam forum rapat DPR RI. Pihaknya bahkan tak segan-segan untuk merekomendasikan pejabat terkait dicopot dari jabatannya apabila terbukti ada yang berbohong.
"Nanti kita uji. Jadi jangan sampai ada kebohongan publik. Karena semua ini ada konsekuensi hukumannya," kata Melki
"Siapa yang melakukan kebohongan publik di ruangan ini ada konsekuensi hukumnya. Kami bisa meminta pihak di atasnya untuk mencopot pejabat tersebut. Jadi kalau misalnya ada kebohongan publik di ruangan ini, ada konsekuensi hukumnya. Baik buat peneliti maupun pejabat publik yang mewakili departemen ataupun lembaga," imbuhnya.
Sebelumnya, Tim Peneliti Vaksin Nusantara dari RSUP dr Kariadi Semarang, Muchlis Achsan mengklaim dari hasil uji klinis fase I Vaksin Nusantara tidak ditemukan gejala serius atau berat pada subjek penelitian. Adapun Vaksin Nusantara menggunakan tiga subjek pilot dan 28 unblinded subject.
"Tidak ditemukan kejadian serious adverse event pada seluruh objek vaksinasi," kata Muchlis.
Muchlis juga menambahkan, dari sisi imunogenitas atau efikasi juga tidak ditemukan masalah. Oleh karenanya, dia meminta untuk adanya Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis II dan III.