Menanti Perlawanan 75 Pegawai KPK Usai Firli Terbitkan SK Hasil Asesmen TWK

| 12 May 2021 10:16
Menanti Perlawanan 75 Pegawai KPK Usai Firli Terbitkan SK Hasil Asesmen TWK
Ilustrasi: Gedung KPK. (Foto: ERA.id)

ERA.id - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri resmi menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai yang tidak memenuhi syarat dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

SK bernomor 652 Tahun 2021 itu ditandatangani Firli pada 7 Mei lalu. Terdapat empat poin yang tercantum dalam SK tersebut, salah satunya adalah pegawai yang tak lolos asesmen TWK harus menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsungnya sambil menunggu keputusan lebih lanjut. Hal tersebut, dinilai sama seperti penonaktifan pegawai.

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap mengaku, SK tersebut sudah diterima oleh sebagian besar pegawai yang dikategorikan tidak memenuhi syarat atau tak lolos asesmen TWK.

"Diminta dalam SK itu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya kepada atasan langsungnya," ujar Yudi kepda wartawan, Selasa (11/5/2021).

Yudi mengatakan, dengan isi SK seperti itu, artinya penyelidik dan penyidik yang tidak memenuhi syarat, tidak bisa lagi melakukan kegiatan penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan kasus yang tengah ditangani pun harus diserahkan kepada atasannya.

Dikabarkan, dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos asesmen TWK merupakan penyidik yang menangani perkara korupsi kelas kakap seperti kasus suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang menyeret nama mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, kasus korupsi benur yang dilakukan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, kasus suap KPU, dan teranyar kasus korupsi jual beli jabatan yang dilakukan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat.

"Ini artinya penyelidik dan penyidik yang TMS misalnya tidak bisa lagi melakukan kegiatan penyelidikan dan penyidikan dan harus menyerahkan perkaranya kepada atasannya," kata Yudi.

Yudi mengaku, dengan terbitnya SK tersebut, saat ini 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK termasuk dirinya, sedang melakukan konsolidasi. Dalam waktu dekat, para pegawai tersebut akan segera menentukan sikap.

Dia menilai keputusan menonaktifkan 75 pegawai tersebut bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan alih status menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK.

"Bagi kami putusan MK sudah jelas bahwa peralihan status  tidak merugikan pegawai dan amanat revisi UU KPK hanya alih status saja dari pegawai KPK jadi ASN. Dan ketua KPK harus mematuhi itu," tegas Yudi.

Sewenang-wenang

Sementara, penyidik senior KPK Novel Baswedan yang juga dikabarkan masuk daftar 75 pegwai yang tak lolos TWK mengatakan, SK penonaktifkan 75 pegawai KPK yang gagal asesmen TWK merupakan bukti kesewenang-wenangan Ketua KPK Firli Bahuri. Dia menegaskan, sudah sepantasnya sikap Firli dikritisi.

Novel menambahkan, tindakan Firli dengan menerbitkan SK tersebut menjadi bukti ada masalah serius di dalam KPK.

"Seorang Ketua KPK bertindak sewenang-wenang dan berlebihan seperti ini yang menarik dan perlu menjadi perhatian. Karena itu menggambarkan masalah serius yang sesungguhnya," kata Novel.

Lebih lanjut, Novel mengatakan, dampak dari penerbitan SK tersebut adalah terhambatnya pengusutan sejumlah kasus korupsi kelas kakap yang tengah ditangani oleh penyidik KPK yang dinyatakan tak lolos TWK.

Padahal, 75 pegawai KPK tersebut merupakan pegawai berintegritas. Hal itu, menurut Novel, justru akan merugikan kepentingan untuk memberantas korupsi di Indonesia.

"Masalah seperti ini merugikan kepentingan kita semua dalam agenda pemberantasan korupsi, dan semakin menggambarkan adanya ambisi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai berintegritas dengan segala cara," tegas Novel.

Bukan Non-Aktif

PLt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri melurusan perihal isi SK tersebut. Dia membantah komisi antirasuah melakukan penonaktifan terhadap puluhan pegawai tersebut.

"Dapat kami jelaskan saat ini pegawai tersebut bukan nonaktif karena semua hak dan tanggung jawab kepegawaian masih tetap berlaku," kata Ali.

Dia menjelaskan, SK tersebut meminta para pegawai yang tak lolos TWK untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepegawaian kepada atasannya.

Fikri mengatakan, keputusan tersebut sesuai dengan hasil rapat pada 5 Mei 2021 yang dihadiri oleh Pimpinan, Dewan Pengawas dan Pejabat Struktural.

"Dalam surat tersebut, pegawai diminta untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada atasan langsung, sampai dengan ada keputusan lebih lanjut," ujar Fikri.

Adapun maksud dari penyerahan tugas dan tanggung jawab seperti yang tertulis dalam SK, ditujukan agar efektivitas pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi bisa tetap berjalan.

"Penyerahan tugas ini dilakukan semata-mata untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di KPK agar tidak terkendala dan menghindari adanya permasalahan hukum berkenaan dengan penanganan kasus yang tengah berjalan," ungkapnya.

Dia mengatakan, pelaksanaan tugas pegawai selanjutnya akan didasari arahan atasan langsung yang telah ditunjuk. Selain itu, untuk memperjelas nasib 75 pegawai ini, KPK berkoordinasi secara intensif dengan Badan Kepegawaian Negara dan KemenPANRB.

"KPK saat ini tengah berkoordinasi secara intensif dengan Badan Kepegawaian Negara dan KemenPAN-RB terkait dengan tindak lanjut terhadap 75 pegawai yang dinyatakan TMS," tegas Ali.

Terbelit Tes Wawasan Kebangsaa

Untuk diketahui, Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.

Kemudian pegawai lainnya termasuk Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dan 72 pegawai lainnya dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Sementara dua pegawai tak hadir dalam tes wawancara.

Selanjutnya, 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat ini dinonaktifkan. Penonaktifan ini, didasari Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021. Surat tertanda Ketua KPK Firli Bahuri ini ditetapkan pada 7 Mei dan salinan yang sah ditandatangani Plh Kepala Biro SDM Yonathan Demme Tangdilintin.

Ada empat poin dalam surat keputusan tersebut. Pertama, menetapkan nama pegawai yang tersebut dalam lampiran surat keputusan tidak memenuhi syarat TMS dalam rangka pengalihan status pegawai.

"Kedua, memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut," demikian dikutip dari surat keputusan tersebut.

Poin berikutnya, menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini. Terakhir, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Rekomendasi