ERA.id - Draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) meluaskan definisi pemerkosaan. Salah satunya mengenai pemerkosaan yang dilakukan suami terhadap istri yang biasa disebut dengan maritial rape atau pemerkosaan dalam perkawinan.
"Soal maritial rape atau pemerkosaan dalam perkawinan itu ada perluasan," ujar Guru Besar hukum pidana UGM Prof Marcus Priyo Gunarto dalam acara diskusi publik RUU KUHP yang dikutip dari kanal YouTube Humas Ditjen AHU pada Selasa (15/6/2021).
Menurut Marcus, maritial rape ditambahkan ke dalam Pasal 479 draf RKUHP supaya konsisten dengan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), yang menyebutkan tindak pidana kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap istri atau suami bersifat delik aduan.
"Nah, Pasal 479 RUU KUHP merupakan ketentuan mengenai pemerkosaan yang telah diperluas," kata Marcus.
Adapun cakupan dari pemerkosaan yang dimaksud, yaitu:
1. Statutory rape (hubungan seksual dengan anak secara konsensual); dan
2. Perbuatan cabul yang dilakukan dengan:
a. memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain;
b. memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri; atau
c. memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.
"Pasal 479 juga mengatur mengenai pemberatan dalam hal korbannya adalah anak-anak, memaksa anak melakukan hubungan seksual dengan orang lain dan mengakibatkan luka berat atau mati," kata Marcus.
Adapun bunyi lengkap Pasal 479 dalam draf RKUHP sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan pemerkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
(2) Termasuk tindak pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:
a. persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah
b. persetubuhan dengan anak; atau
c. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.
(3) Dianggap juga melakukan tindak pidana perkosaan, jika dalam keadaan yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan perbuatan cabul berupa:
a. memasukan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain
b. memasukan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri; atau
c. memasukan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.
(4) Dalam hal korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) adalah Anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
(5) Dalam hal Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Anak dan dipaksa untuk melakukan persetubuhan dengan orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
(6) Jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
(7) Jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan matinya orang, pidana ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(8) Jika Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah Anak kandung, Anak tiri, atau Anak di bawah perwaliannya, pidana ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Banyak dari netizen yang mempertanyakan maksud dari isi draf RUU KUHP tersebut yang menyatakan bahwa suami bisa dipidanakan jika memperkosa istri.
"Istri di perkosa suami gimana sih?" tulis akun @mrezz***.
"Kalo suami yg di perkosa istri ada pasalnya ga?" tulis akun @HitamAmongP***.
"Masak ada suami perkosa istri. Gak masuk akal," cuit akun @kasehsaul***.
Meski begitu, ada juga warganet yang mendukung isi draf KUHP tersebut. Mereka berpandangan bahwa hal itu sangat membantu perempuan untuk memiliki hak melakukan hubungan seksual dengan suaminya.
"Kalau dari pihak peremouan, RUU ini akan sangat membantu perempuan punya hak kapan bersedia melakukan hubungan seksual dgn suaminya dan suami TIDAK BERHAK memaksa. Istri bukan sex slave," tulis akun @ch***.