ERA.id - Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Obat dalam Masa Pandemi COVID-19. Langkah ini mendapat dukungan penuh dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menegaskan, langkah pemerintah yang menetapkan HET ini merupakan cara untuk melindungi konsumen. Tujuannya, agar masyarakat tidak dieksplotasi oleh pihak-pihak tertentu yang sengaja mencari keuntungan di tengah situasi kritis ini.
"Apa yang dilakukan Kementerian Kesehatan sudah benar dan seharusnya dilakukan untuk melindungi konsumen. Agar konsumen tidak tidak dieksploitasi oleh oknum-oknum nakal dan para pecundang yang merusak harga pasar," ujar Tulus dalam keterangan tertulis dari KPCPEN yang dikutip pada Senin (5/7/2021).
Tulus juga meminta pemerintah memberikan sanksi tegas dan keras bagi para pelanggarnya. Dengan begitu penetapan HET tidak hanya sebatas di atas kertas, tapi juga ada tindakan nyata.
"Sehingga HET bukan hanya menjadi 'macan kertas' saja, dan gagal melindungi konsumen," tegasnya.
Sementara pakar kesehatan Elizabeth Jane Soepardi mengimbau masyakarat agar tak sembarangan menggunakan obat-obatan selama masa pandemi COVID-19. Dia meminta masyarakat untuk menggunakan obat sesua dengan resep dokter. Sebab, penggunaan obat tanpa resep dokter akan menjadi tanggung jawab pasien.
"Dokter buat resep artinya dia tanggung jawab, resep itu jadi alat bukti kalau dokter itu ternyata salah," kata Elizabeth.
Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) obat-obatan yang digunakan selama masa pandemi COVID-19. HET tersebut merupakan harga jual tertinggi obat di apotek, instalasi farmasi, rumah sakit, klinik, dan fasilitas kesehatan yang berlaku di seluruh Indonesia.
Rincian HET untuk obat yang digunakan dalam masa pandemi, antara lain Favipiravir 200 mg tablet HET-nya Rp22.500, Remdesivir 100 mg injeksi dalam bentuk vial Rp510.000, Oseltamivir 75 mg kapsul Rp26.000, Intravenous Immunoglobulin 5 persen 50 ml infus Rp3.262.300.
Kemudian, Intravenous Immunoglobulin 10 persen 25 ml infus Rp3.965.000, Intravenous Immunoglobulin 10 persen 50 ml infus Rp6.174.900, Ivermectin 12 mg tablet Rp7.500, Tocilizumab 400 mg/20 ml infus dalam bentuk vial Rp5.710.600.
Lalu, Tocilizumab 80 mg/4 ml infus dalam bentuk vial Rp1.162.200, Azithromycin 500 tablet Rp1.700, dan terakhir Tocilizumab 500 mg infus Rp95.400. Harga itu merupakan harga satuan yang menjadi HET dan berlaku di seluruh Indonesia.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan, pengaturan HET itu untuk mencegah para spekulan memanfaatkan kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia dengan meraup keuntungan yang tak masuk akal dan malah menghambat penanganan COVID-19.
"(Bukti) negara hadir untuk rakyat dan saya tegaskan agar dipatuhi," kata Budi dalam keterangan pers, Sabtu (3/7).