Dugaan Pelecehan Seksual di KPI, PSI: KPI Jangan Hanya Galak Sama Spongebob

| 02 Sep 2021 13:15
Dugaan Pelecehan Seksual di KPI, PSI: KPI Jangan Hanya Galak Sama Spongebob
Ilustrasi perundungan (Dok. Antara)

ERA.id - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali menyarankan pemerintah dan DPR untuk membubarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terkait dugaan pelecehan seksual dan bullying yang diduga terjadi antar pegawainya. Pernyataan ini disampaikan Juru Bicara PSI, Dara Nasution pada Rabu (2/9/2021).

"Dugaan pelecehan seksual dan bullying di lembaga negara yang didanai pajak mesti ditanggapi secara serius. KPI harus bergerak cepat menginvestigasi kejadian ini dan membawanya ke jalur hukum apabila terbukti. Jangan cuma galak dan gercep (gerak cepat) kalau menyensor kartun Spongebob," ujar Dara.

Dara juga menyayangkan KPI yang terkesan lamban dalam memproses kasus ini. "Dari keterangan korban, peristiwa kekerasan seksual dan bullying itu sudah terjadi dari tahun 2015 dan korban sudah mengadu kepada pimpinan di tahun 2017. Ini sudah tahun 2021, KPI melakukan apa saja aja selama empat tahun sehingga korban harus mencari keadilan lewat medsos? Saya kira sebaiknya lembaga ini dibubarkan saja," ujar Dara.

Pernyataan ini dibuat menanggapi dugaan kekerasan seksual dan bullying yang dilakukan oleh pegawai KPI terhadap korban MS di lingkungan kantor KPI Pusat di Jakarta. Dugaan ini ramai ketika korban MS mengunggah ceritanya melalui media sosial.

Dara juga mengapresiasi keberanian korban untuk bersuara dan mencari keadilan atas kekerasan yang menimpanya. "Keberanian korban MS harus kita apresiasi. Di media sosial, banyak yang menuduh korban hanya cari perhatian dan malah mem-bully korban karena ia laki-laki. Tapi, kita mesti lihat, ia sudah menempuh segala macam cara untuk mencari keadilan tapi hasilnya nihil. Bahwa korban sampai harus bersuara di media sosial adalah bukti bahwa penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia belum optimal," ujar Dara.

Ia menyinggung  Laporan Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender yang dilakukan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) pada 2020. Riset itu menunjukkan, mayoritas masalah kekerasan seksual di Indonesia berakhir tanpa kepastian.

Dara mengatakan, "Sebanyak 57 persen korban kekerasan seksual mengaku tak ada penyelesaian dalam kasus mereka. Hanya 19,2 persen korban yang berhasil mengawal kasus kekerasan seksual, sehingga pelaku berakhir di penjara. Sisanya, antara berdamai atau dinikahkan dengan pelaku. Ini menjadi PR besar untuk penghapusan kekerasan seksual di Indonesia," tegasnya.

Dalam kesempatan itu, ia kembali mengingatkan pentingnya pengesahan RUU PKS. "Peristiwa ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja, baik laki-laki dan perempuan. Di kasus KPI ini, korbannya berjenis kelamin laki-laki. Itulah pentingnya kita mendukung agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) segera disahkan agar semua korban punya payung hukum yang melindungi mereka," katanya.

Rekomendasi