ERA.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan lembaganya saat ini masih mengembangkan kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos).
"Sejauh ini pengembangannya masih dalam proses penyelidikan, ada penyelidikannya yang sedang kami lakukan untuk menindaklanjuti fakta-fakta yang terungkap di persidangan lewat penyelidikan," kata Alex di Gedung KPK, Jakarta dikutip dari Antara, Selasa (26/10/2021).
Lebih lanjut, ia mengungkapkan KPK menerima informasi dari masyarakat terkait nilai paket bansos yang tidak sesuai.
Selain itu, kata dia, lembaganya juga menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit penyaluran bansos.
"Karena informasi dari masyarakat katanya paket itu nilainya tidak segitu, nah itu tentu saja semua didalami, termasuk kami menggandeng BPKP untuk melakukan audit investigasi terhadap penyaluran bansos tersebut," ujar Alex.
Menurutnya, KPK saat ini masih mendalami pihak-pihak yang diduga terlibat dan mengumpulkan bukti-bukti.
"Itu semua sedang dilakukan penyelidikan. Tentu nanti kalau misalnya bukti-buktinya sudah cukup kuat, didukung dengan keterangan seorang saksi pasti nanti akan diekspose di depan pimpinan untuk menentukan apakah yang bersangkutan itu bisa dinaikkan ke penyidikan dan ditetapkan sebagai tersangka. Ada kegiatan penyelidikan untuk menindaklanjuti penyaluran bansos tersebut tetapi belum sampai ke tahap penyidikan," katanya.
Dalam penyelidikan kasus bansos tersebut, KPK pada Jumat (6/8) telah meminta keterangan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat itu mengatakan KPK saat ini berupaya mengembangkan kasus dugaan korupsi pengadaan bansos di Kementerian Sosial (Kemensos) tersebut dengan meminta keterangan beberapa pihak terkait lainnya.
KPK telah menyebut bahwa fakta-fakta yang muncul saat persidangan Juliari dapat dijadikan pintu masuk untuk mengusut keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus bansos.
"Berbagai fakta yang muncul selama proses persidangan terdakwa Juliari P Batubara dan kawan-kawan benar bisa dijadikan sebagai salah satu pintu awal untuk membuka kembali adanya pihak-pihak yang diduga turut terlibat," kata Ali.
Sebelumnya, Juliari dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain pidana badan, Juliari juga dituntut untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp14.597.450.000,00 subsider 2 tahun penjara dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak Juliari selesai menjalani pidana pokoknya.
Juliari dinilai JPU KPK terbukti menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.