ERA.id - Ketua Panitia Kerja (Panja) Willy Aditya menegaskan, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) hanya mengatur mengenai tindakan kekerasan saja. Sedangkan yang menyangkut seksualitas merupakan ranah privat warga negara.
Hal ini merespons masih adanya masukan sejumlah pihak yang mnginginkan agar RUU TPKS tak hanya mengatur kekerasan seksual, tetapi juga ikut mengatur kebebasan dan penyimpangan seksual.
"Yang negara hari ini mau atur itu tindakan kekerasan. Seksulitas itu kan hal yang privasi. Kalau hal yang lain-lain itu nggak bisa negara intervensi," kata Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selaa (23/11/2021).
Willy menjelaskan, kekerasan seksual dan kebebasan serta penyimpangan seksual merupakan dua hal yang berbeda. Sehingga tidak bisa seluruhnya diatur dalam ranah yuridis.
Kebebasan seksual dan penyimpangan seksual, menurut Willy merupakan masalah sosial yang sebaiknya diselesaikan secara sosial dan sosiologis.
"Ya itu (kebebasan seksual dan penyimpangan seksual) problem sosial, problem sosiologis itu bener, exactly bener. Ya kita selesaikan secara sosial dan sosiologis dong, nggak musti semua dipaksain lewat yuridis," tegas Willy.
"Jadi Yang diatur oleh negara ini adalah tindakan kekerasan, yang kebetulan objeknya seksualitas. Itu aja. Biar clear kita semua ini," imbuhnya.
Oleh karena itu, kedepannya Willy berharap semua pihak dapat melihat RUU TPKS secara objektif dan proporsional.
Untuk diketahui, pembahasan draf RUU TPKS tinggal selangkah lagi diplenokan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan dilanjutkan ke Rapat Paripurna untuk disahkan sebagai RUU usulan inisiatif DPR RI.
Rencananya, RUU TPKS disahkan sebagai rancangan perundang-undangan usulan inisiatif DPR RI pada 25 November 2021.