ERA.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan meratifikasi perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.
Perjanjian tersebut baru ditandatangni oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) pada Selasa (25/1/2022).
"Soal perjanjian ekstradisi, nanti proses berikutnya tentu adalah meminta persetujuan sebagai bentuk ratifikasi terhadap perjanjian itu oleh parlemen," ujar Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/1/2022).
Meski begitu, Arsul mengingatkan pemerintah jangan sampai perjanjian ekstradisi tersebut nantinya hanya menguntungkan negara Singapura saja. Dia menegaskan, perjanjian itu haruslah bersifat saling menguntungkan antara dua negara.
DPR RI, kata Arsul, tentunya akan mendukung perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura apabila isinya menguntungkan dua belah pihak.
"Kalau perjanjian ekstradisi itu benar-benar berbasis resiproritas, artinya kemanfaatan timbal balik antara pemerintah Indonesia dengan Singapura. Jangan kemudian tidak dikaitkan dengan perjanjian lannya yang hanya menguntungkan katakanlah Singapura," kata Arsul.
"Saya kira DPR akan ikut mendukung lah dalam proses ratifikasnya itu nanti (jika perjanjian ektradisi berbasis resprositas)," imbuhnya.
Arsul mengatakan, hal ini bukan tanpa alasan. Sebelumnya, pemerintah Indonesia juga pernah membuat perjanjian ektradisi dengan pemerintah Singpura pada 2007. Saat itu, perjanjian dibuat saat pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun, perjanjian ekstradisi itu juga terkait dengan perjanjian pertahanan. Saat itu, ekstradisi baru bisa diberikan jika ada pemberian fasilitas wilayah udara Indonesia untuk pelatihan pertahanan SIngapura.
"Nah, DPR akan melihatnya nanti, apakah perjanjian ekstradisi itu mengulang tidak, dibundling dengan kata-kata perjanjian lain yang kita tahu di tahun 2007, kalau tidak salah zaman pemerintahan Pak SBY kan juga pernah dibuat perjanjian yang sama," kata Arsul.
Karena adanya perjanjian lain yang dinilai lebih menguntungkan Singapura, maka ratifikasinya ditolak oleh DPR RI.
"Karena dibundling dengan perjanjian yang lain, yaitu perjanjian yang terkait dengan pemberian fasilitas wilayah udara Indonesia untuk pelatihan pertahanan SIngapura, akan waktu itu ditolak oleh DPR," kata Arsul.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau pada 25 Januari 2022.
Yasonna menjelaskan, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.
Jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.