Optimis Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Tak Ditolak DPR RI, Yasonna: Akan Menguntungkan Kedua Negara

| 02 Feb 2022 20:37
Optimis Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Tak Ditolak DPR RI, Yasonna: Akan Menguntungkan Kedua Negara
Yasonna Laoly (Antara)

ERA.id - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengaku optimis DPR RI tidak akan menolak ratifikasi perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura seperti yang terjadi pada 2007 lalu.

Menurutnya, perjanjian ektradisi ini berbeda dari yang sebelumnya.

"Tidak (takut ditolak DPR RI), kalau sekarang (perjanjian ektradisi) sudah cukup baik," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/2/2022).

Menurut Yasonna, perjanjian ektradisi Indonesia-Singapura kali ini berbeda dengan perjanjian yang lalu. Dia menjalaskan, pada 2007 lalu, perjanjian ektradisi menjadi satu paket dengan perjanjain Defence Cooperation Arrangement (DCA) yang merupakan kerja sama di bidang pertahanan.

Yasonna menjelaskan, lantaran dijadikan satu paket, maka ratifikasi perjanjian ektradisi Indonesia-Sigapura saat itu ditolak oleh Komisi I DPR RI.

"Dulu kan dilekatkan dengan DCA, Komisi I dulu ditolak," kata Yasonna.

Yasonna memastikan, baik pemerintah Indonesia maupun Singapura sudah sama-sama belajar dari kejadian di masa lalu. Oleh karenanya, perjanjian ektradisi yang saat ini ditandatangani dipastikan akan sama-sama menguntungakan kedua negara.

"Sekarang sudah ada pengertian. Perkembangan dunia kan dinamis, sekarang antara pemerintah Singapura dan Indonesia sudah terjadi kesepahaman melihat kepentingan dua negara dan disepakati," kata Yasonna.

Politisi PDI Perjuangan ini berharap, dengan adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura akan bermafaat dalam menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana seperti korupsi, pencucian uang, hingga terorisme.

Dengan adanya perjanjian ekstadisi tersebut, Yasonna memastikan tidak akan ada lagi koruptor maupun teroris yang kabur ke luar negeri, khususnya Singapura, untuk berlindung.

"Jadi kita harapkan Singapura tidak akan bisa lagi melindungi orang-orang yang hendak pergi, melarikan diri ke Singapura untuk tujuan itu tidak bisa lagi lari dari tanggung jawab pidananya. Tidak dimungkinkan lagi," kata Yasonna.

Sebelumnya, Komisi III DPR RI Arsul Sani sempat mewanti-wanti pemerintah untuk memastikan jangan sampai perjanjian ekstradisi tersebut nantinya hanya menguntungkan negara Singapura saja. Dia menegkasn, perjanjian itu haruslah bersifat saling menguntungkan antara dua negara.

Arsul mengatakan, hal ini bukan tanpa alasan. Sebelumnya, pemerintah Indonesia juga pernah membuat perjanjian ektradisi dengan pemerintah Singpura pada 2007. Saat itu, perjanjian dibuat saat pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, perjanjian ekstradisi itu juga terkait dengan perjanjian pertahanan. Saat itu, ekstradisi baru bisa diberikan jika ada pemberian fasilitas wilayah udara Indonesia untuk pelatihan pertahanan Singapura.

DPR RI, kata Arsul, tentunya akan mendukung dan menyetujui ratifikasi perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura apabila isinya menguntungkan dua belah pihak.

"Kalau perjanjian ekstradisi itu benar-benar berbasis resiproritas, artinya kemanfaatan timbal balik antara pemerintah Indonesia dengan Singapura. Jangan kemudian tidak dikaitkan dengan perjanjian lannya yang hanya menguntungkan katakanlah Singapura," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/1/2022).

Rekomendasi