UU Cipta Kerja Diputus MK Inkonstitusional Bersyarat, DPR Mulai Bahas Revisi UU PPP Masukkan Metode Omnibus

| 02 Feb 2022 23:01
UU Cipta Kerja Diputus MK Inkonstitusional Bersyarat, DPR Mulai Bahas Revisi UU PPP Masukkan Metode Omnibus
Ilustrasi DPR RI (Dok. Antara)

ERA.id - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mulai membahas revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) untuk memasukkan metode omnibus. Hal ini merupakan tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) inkonstitusional bersyarat.

"Materi muatannya tidak terlalu berbeda jauh, jadi ini hanya soal penegasan satu, menyangkut soal metode omnibus law," ujar Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas dalam Rapat Pleno Revisi UU PPP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/2/2022).

Untuk mempercepat pembahasan, Baleg DPR RI akan segera membentuk Panitia Kerja (Panja) Revisi UU PPP. Oleh karena itu, Supratman meminta masing-masing ketua kelompok fraksi (kapoksi) untuk segera menyiapkan nama-nama anggotanya.

"Saya berharap, teman-teman, mungkin Kapoksi, sudah menyiapkan nama-nama anggota Panja ya. Kalau sudah, besok sudah bisa kita rapat Panja," kata Supratman.

Sementara Kepala Badan Keahlian DPR RI Inosentius Samsul mengatakan, dalam UU PPP masih belum ada aturan mengenai metode omnibus. Sementara UU Ciptaker dibentuk dengan menggunakan metode omnibus law.

Karenanya, resvisi UU PPP dinilai harus segera dilakukan karena akan menentukan nasib dari UU Ciptaker. Inosentius mengatakan, pemerintah dan DPR RI tidak bisa melakukan perbaikan UU Ciptaker jika belum merevisi UU PPP. 

"Kesimpulan bahwa memang ada beberapa UU PPP belum mengadopsi tentang metode omnibus. Sementara dalam praktik ketatanegaraan membutuhkan suatu metode yang bisa memperbaiki banyak UU dalam satu UU," kata  Inosentius.

"Kalau ini cepat diselesaikan, maka UU Cipta Kerja bisa diproses. Tapi kalau belum, maka UU Cipta Kerja juga belum bisa (diproses). Maka kami berpandangan bahwa memang ini sangat dibutuhkan untuk bida dilanjutkan dengan revisi UU Nomor 11 Tahun 2020," imbuhnya. 

Untuk diketahui, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Dalam pembacaan amar putusan, Ketua MK Anwar Usman juga menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut.

Lebih lanjut, MK memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK, dan apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

"Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan [UU Cipta Kerja], undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ucap Anwar Usman.

Rekomendasi