Menag Yaqut Analogikan Suara Azan dengan Gonggongan Anjing, PKS: Sangat Naif!

| 24 Feb 2022 18:34
Menag Yaqut Analogikan Suara Azan dengan Gonggongan Anjing, PKS: Sangat Naif!
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Kemenag)

ERA.id - Politikus PKS Bukhori Yusuf melayangkan kritik terhadap ucapan Menteri Agama terkait tanggapannya atas polemik yang berkembang di masyarakat akibat aturan penggunaan pengeras suara masjid/musala yang dirilis oleh Kementerian Agama.

Bukhori merasa keberatan dengan salah satu poin penjelasan Menteri Agama yang menyandingkan kumandang azan dengan gonggongan anjing sehingga menyakiti perasaan umat Islam.

“Niat baik Gus Menteri untuk menyampaikan klarifikasi pada publik karena muncul anggapan bahwa edaran tersebut melarang penggunaan toa masjid/musala sebenarnya patut diapresiasi sebagai langkah untuk meredam polemik. Namun sayangnya, beliau gagal dalam memberikan penjelasan yang dibutuhkan publik. Analogi yang digunakan dalam salah satu poin penjelasannya tidak sesuai dengan konteks. Pemilihan diksi yang diucapkan justru menimbulkan kesan ofensif terhadap umat Islam karena menyinggung bentuk syiar agama mereka. Alih-alih meredam polemik, reaksi Gus Menteri justru memanaskan situasi dan kembali membuat gaduh publik,” ungkap Bukhori di Jakarta, Kamis (24/2/2022).

Bukhori menilai dari sisi logika ilmiah analogi yang digunakan Menteri Agama dinilai sangat tidak tepat. Sebab menurutnya, dalam hukum Islam kaidah kias atau analogi menuntut beberapa syarat. Misalnya harus adanya titik persamaan antara hal/keadaan atau benda yang dianalogikan dengan hal/keadaan atau benda yang menjadi objek analogi.

“Gonggongan anjing tentu tidak sama dengan kumandang azan. Sebab, gonggongan anjing tidak bermakna dan tidak menjadi objek hukum dalam ibadah. Sedangkan lafal azan, baik maknanya dan kedudukannya bersifat sakral karena bernilai ibadah. Dengan demikian, sangat naif menganalogikan kumandang suara azan dengan suara anjing yang menggonggong,” jelasnya.

Ketua DPP PKS ini mengingatkan Menteri Agama supaya lebih berhati-hati dalam bertutur maupun bertindak dalam kapasitasnya sebagai pelayan publik. Selain karena peran strategisnya sebagai pelayan umat beragama yang dituntut berlaku adil, mengayomi, dan memuliakan umat beragama, Menteri Agama juga sepatutnya memahami realitas sosiologis masyarakat Indonesia yang memandang agama sebagai hal penting dalam hidup mereka.

"Maka itu, wajar apabila isu keagamaan menjadi sensitif bagi kalangan masyarakat Indonesia," ucapnya.

Rekomendasi