ERA.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mendapatkan informasi bahwa kepala puskesmas yang mengurus kesehatan penghuni kerangkeng manusia masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin.
"Kami mendapatkan temuan memang ada layanan kesehatan oleh puskesmas secara berkala satu hingga dua kali dalam seminggu," kata Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Melani di Jakarta dikutip dari Antara, Rabu (2/3/2022).
Dalam kasus dugaan perbudakan modern yang dilakukan oleh Terbit Rencana Perangin Angin, dinas kesehatan setempat tidak pernah memberikan arahan khusus penanganan atau pemeriksaan ke lokasi kerangkeng.
Dari informasi yang dikumpulkan oleh Komnas HAM, layanan kesehatan yang diberikan oleh puskesmas ialah pengobatan dasar. Keluhan yang ditemui biasanya gatal-gatal, masuk angin, pusing dan kesulitan tidur.
Terkait dengan pemeriksaan, pengurus kerangkeng biasanya lebih dahulu menyiapkan penghuni yang akan diperiksa pihak puskesmas. Selain itu, juga tidak ditemukan adanya pengobatan ketergantungan narkoba dari penghuni.
Ia menyebutkan petugas kesehatan menemukan bekas luka pada tubuh penghuni kerangkeng. Akan tetapi, dalihnya luka itu akibat jatuh atau bekas kerokan.
Sementara itu, Analis Pelanggaran HAM Komnas HAM Yasdad Al Farisi mengatakan bahwa kerangkeng manusia tersebut dibangun pada tahun 2010 yang awalnya untuk pembinaan bagi anggota organisasi masyarakat.
Namun, berjalannya waktu kerangkeng tersebut juga untuk masyarakat umum. Kondisi terakhir kerangkeng itu diisi oleh 57 orang dengan perincian kerangkeng pertama dihuni 30 orang, dan kerangkeng kedua ditempati oleh 27 penghuni.
Dari temuan Komnas HAM, kerangkeng tersebut sama sekali tidak memiliki izin melakukan rehabilitasi walaupun sudah pernah dilakukan pemetaan oleh Badan Narkotika Kabupaten Langkat pada tahun 2016.
Selain itu, kata dia, berdasarkan pengakuan dari Badan Narkotika Kabupaten Langkat, pihaknya kesulitan masuk ke kerangkeng manusia tersebut.