ERA.id - Pada tanggal 31 Oktober 2023, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengadakan sidang perdana terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang ditujukan kepada Ketua MK, Anwar Usman. Lantas apa yang terjadi jika Anwar Usman terbukti langgar etik?
Dalam sidang pendahuluan ini, MKMK mendengarkan kesaksian dari empat pelapor, yaitu Denny Indrayana, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, LBH Yusuf, dan perwakilan 15 guru besar/akademisi yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS).
Apa yang Terjadi jika Anwar Usman Terbukti Langgar Etik?
Menurut Fahri Bachmid, seorang pakar hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia (UMI), jika dianalisis dengan cermat, baik dari segi filosofis maupun hukum, tidak ada argumen yang dapat membenarkan bahwa produk keputusan dari lembaga etika, dalam hal ini MKMK, memiliki kewenangan untuk membatalkan produk keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kewenangan atributif yang dimiliki oleh MK sebagai lembaga konstitusional. Termasuk dalam hal ini adalah sifat keputusan MK yang bersifat erga omnes (berlaku bagi semua) dan bersifat final serta mengikat.
Dengan demikian, dalam hal produk keputusan yang telah dikeluarkannya, tidak ada mekanisme banding atau peninjauan kembali yang tersedia untuk meninjau ulang segala hal, baik yang bersifat materiil maupun formil yang tercakup di dalamnya.
Fahri menjelaskan bahwa dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tasqib Birru, terdapat beragam pendapat hukum yang berbeda (dissenting opinion) atau alasan hukum yang berbeda (concurring opinion) yang diungkapkan oleh hakim-hakim konstitusi saat pembacaan putusan. Oleh karena itu, keabsahan dan keberlakuannya hanya akan terwujud saat putusan itu diumumkan.
"Apakah sifat dari putusan MK adalah Self Implementing, atau Legally Null And Void, atau Conditionally Constitutional, atau bahkan Conditionally Unconstitutional, dan sebagainya, sehingga tidak ada alat konstitusional yang dapat menguji keabsahan putusan tersebut," tegas Fahri.
Kasus pelanggaran kode etik yang melibatkan Anwar Usman dan yang lainnya dimulai saat para hakim MK menangani kasus mengenai uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), yang berkaitan dengan batasan usia calon Presiden dan Wakil Presiden.
Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon Presiden dan Wakil Presiden. Keputusan ini menyatakan bahwa seseorang dapat mencalonkan diri sebagai calon Presiden atau Wakil Presiden jika mereka telah mencapai usia minimal 40 tahun atau pernah menduduki jabatan publik karena terpilih melalui pemilihan umum.
Putusan MK membuka peluang bagi Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra sulung dari Presiden Jokowi dan keponakan Anwar Usman, meskipun belum mencapai usia 40 tahun, untuk maju sebagai calon Wakil Presiden dalam Pemilihan Presiden 2024.
Saat ini, Gibran telah secara resmi mendaftarkan diri sebagai calon Wakil Presiden yang akan mendampingi Prabowo Subianto dalam pertarungan politik nasional pada tahun depan.
Selain apa yang terjadi jika anwar usman terbukti langgar etik, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Ingin tahu informasi menarik lainnya? Jangan ketinggalan, pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…