ERA.id - Korban kekerasan seksual di Makassar, Sulawesi Selatan, diduga dipaksa berdamai setelah Kanit PPA Polrestabes Makassar, Iptu HT, meminta uang kepada pelaku untuk menyetop kasus tersebut.
Temuan ini diungkap oleh Tim Reaksi Cepat (TRC) UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Makassar berdasarkan informasi yang diterima mereka.
"Informasi yang kami dapat, korban dipanggil dengan didampingi UPTD," ujar Ketua TRC UPTD PPA Makassar, Makkur, Kamis (13/3/2025).
Menurut Makmur, ada permintaan uang lebaran sebesar Rp5 juta, saat pemeriksaan korban, sementara pelaku diminta menyerahkan Rp10 juta.
"Oknum tersebut ingin menerima Rp5 juta dari jumlah itu," katanya singkat.
Makmur menegaskan, penyelesaian kasus kekerasan seksual dengan mekanisme restorative justice (RJ) tidak bisa dibenarkan.
"Kami sangat keberatan dengan tindakan oknum Kanit PPA yang mencoba mendamaikan kasus seperti ini," katanya.
Ia menekankan bahwa kasus kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan hanya melalui perdamaian, mengingat regulasi yang berlaku telah menghapus opsi tersebut.
"Undang-undang sudah jelas, tidak ada kata damai untuk kasus kekerasan seksual. Kami bertanggung jawab untuk mengawal kasus-kasus yang sudah sangat meresahkan di Makassar," tegasnya.
Selain itu, Makmur juga mengecam tindakan Kanit PPA yang diduga mengusir pendamping korban saat kasus tersebut ditangani. "Kami sangat marah mengetahui pendamping korban diusir," ujarnya.
Di sisi lain, Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Arya Perdana mengungkapkan pihaknya telah memeriksa Iptu HT melalui Propam untuk menindaklanjuti dugaan tersebut.
"Yang bersangkutan langsung saya perintahkan untuk diperiksa di Paminal," kata Arya kepada.
Ia menegaskan masih menunggu hasil klarifikasi terkait dugaan permintaan uang dalam penanganan kasus ini.