ERA.id - Di antara juara-juara yang menyabet medali emas Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua, khususnya cabang olahraga pencak silat, barangkali hanya duet Hanifan Yudani Kusumah dan Pipiet Kamelia yang paling mesra sekaligus paling berbahagia.
Bagaimana tidak mesra, wong kedua atlet ini adalah juga pasangan suami istri, dan dua-duanya tampil di atas gelanggang pencak silat PON XX. Baik
Hanifan maupun Pipiet sama-sama meraih medali emas usai mengalahkan lawan-lawannya dalam ajang kompetisi olahraga terbesar di negeri ini.
Hanifan Yudani Kusumah adalah atlet silat dari kontingen Jawa Barat, sedangkan Pipiet Kamelia sang istri, unjuk gigi mewakili DKI Jakarta.
Meski membela daerah yang berbeda, mereka kompak saling memberikan dukungan ketika salah satu dari mereka tengah bertanding.
Adalah Hanifan yang lebih dulu merebut medali emas setelah mengalahkan Tiel Taraipos pada partai puncak. Pesilat tuan rumah tersebut sepertinya bukan lawan yang sepadan untuk si juara Asian Games sampai kalah telak 0-5 melawan Hanifan.
Bermain di hadapan ratusan pendukung, Tiel Taraipos agresif menyerang Hanifan. Namun demikian, berkat kelihaian dan kelincahannya, pemuda Sunda itu selalu bisa mementahkan serangan demi serangan putra Papua tersebut.
Suami Pipiet Kamelia itu pun keluar sebagai yang terbaik untuk kemudian berhak membawa pulang medali emas.
Usai ketua pertandingan menyatakan Hanifan menang, pemuda kelahiran 25 Oktober 1997 itu langsung memeluk Tiel Taraipos.
Dia juga menggendong pesilat andalan tuan rumah itu ke sudut merah untuk memberikan hormat kepada pelatih Jawa Barat.
Tak lama dari situ, giliran Tiel Taraipos yang menggendong Hanifan menuju sudut merah untuk menyalami dan memberi hormat kepada pelatih Papua.
Tepuk tangan dan riuh penonton pun tak bisa ditahan lagi. Mereka menyambut penuh suka cita sikap kedua pesilat tersebut. Sorak-sorai dari seisi stadion terdengar jelas, memberikan apresiasi kepada kedua atlet.
Kedua atlet silat itu benar-benar telah menempatkan persahabatan dan sportivitas di atas segalanya.
Menariknya, setelah memberikan penghormatan kepada ketua pertandingan, dewan juri dan penonton, Hanifan yang juga peraih medali perunggu SEA Games 2017 itu seketika berlari ke arah tribun penonton.
Alih-alih beristirahat, dia malah antusiastis mendukung dan menyemangati istrinya yang tengah bertarung melawan Ivhon Eritetena, juga dari Papua.
Teriakan Hanifan terdengar jelas dari salah satu sudut tribun GOR Toware. Dia tidak henti mendukung Pipiet, sang istri.
Mengetahui sang suami hadir mendukungnya, Pipiet mendapatkan kekuatan tambahan yang digunakannya untuk menghentikan perlawanan Ivhon. Sesekali dia tersenyum ke arah Hanifan yang terus memberinya dukungan.
Pertandingan kelas D (60-65 kilogram) putri ini erlangsung sengit. Baik Ivhon maupun Pipiet sama-sama tampil gemilang. Tetapi laga yang berlangsung di Gelanggang II itu juga diwarnai protes dari kedua kubu, beberapa kali.
Pada pelatih kedua kontingen beberapa kali melayangkan protes kepada ketua pertandingan dan meminta tayangan ulang dari layar kaca, diulang.
Pada ronde ketiga, Pipiet sempat limbung. Kondisi itu dimanfaatkan dengan baik oleh lawannya. Tidak saja begitu, pesilat DKI itu mendapat teguran dari wasit sehingga dikurangi satu poin.
Melihat sang istri seperti kehabisan energi, Hanifan tidak tinggal diam. Dia kembali meneriaki istrinya agar bermain lebih tenang dan fokus. Dan mujarab, Pipiet seketika kembali menampilkan performa terbaiknya demi mengalahkan pesilat tuan rumah.
Kekuatan batin
Membela kontingen berbeda adalah keistimewaan bagi Hanifan dan Pipiet, apalagi DKI Jakarta dan Jawa Barat adalah dua daerah yang bisa dibilang lumbung olahragawan nasional. Bnayak atlet nasional yang lahir dari kedua daerah ini.
Bagi Hanifan, menikahi perempuan yang seprofesi dengannya adalah pilihan hidup. Suami istri ini kerap latihan bersama untuk mengasah teknik serta kemampuan sebelum masuk gelanggang.
Pada PON XX di Papua, keduanya kompak saling mendukung, saling memompa semangat. Berasal dari dua kontingen berbeda sama sekali tak menjadi halangan bagi mereka, dalam membentuk satu kekuatan.
Saat Hanifan tampil, Pipiet berdiri tegak di atas tribun memotivasi sang suami. Teriakan dan sorak-sorai perempuan kelahiran 6 Januari 1995 itu menjadi semangat untuk Hanifan.
Pun demikian, manakala Pipiet berlaga di atas lapangan, Hanifan selalu berada di pojok gelanggang, memberikan motivasi, semangat dan bahkan arahan serta instruksi kepada sang istri tercinta.
Kekuatan batin dan cinta yang begitu kuat seakan menjadi jurus rahasia bagi pasangan ini. Pada PON Papua ini, Hanifan dan Pipiet membuktikan kekuatan batin telah menjembatani suara hati mereka sehingga merengkuh prestasi tertinggi.
Melirik ke belakang kala babak penyisihan, Pipiet berhadapan dengan atlet silat putri asal Jawa Barat. Sebagai anggota kontingen dari asal kota yang sama, Hanifan tentu mendukung rekannya.
Namun, di sisi lain, anak mendiang Dani Wisnu yang adalah pesilat dan anggota pemusatan latihan nasional 2005 itu juga tidak bisa tidak mempedulikan sang istri, walau membela DKI Jakarta, kontingen yang menjadi pesaing Jawa Barat. Perasaannya campur aduk. Galau menyatu dalam pikirannya.
"Secara fisik saya mendukung rekan saya, tapi di dalam batin saya mendukung istri," kata Hanifan.
Kontak batin dari Hanifan sepertinya tertangkap erat-erat oleh Pipiet. Dia mengikuti arahan sang suami. Pada akhirnya, dia berhasil mengalahkan atlet silat Jawa Barat tersebut.
Menurut Hanifan, chemistry yang telah terbangun antara keduanya begitu mempengaruhi penampilannya di atas gelanggang.
Meskipun secara batin mendukung sang istri, Hanifan berusaha profesional. Dia tak pernah memberikan bocoran kelemahan atlet Jawa Barat sekalipun kepada istrinya.
Pun sebaliknya, Pipiet tidak pernah meminta bocoran kepada sang suami terkait apa saja kelemahan lawannya sebelum bertanding.
"Tapi kalau adik-adik di pedepokan minta arahan, akan saya berikan meskipun lawannya istri saya," kata dia.
Kerendahan hati sang jawara
Menjadi atlet nasional tentu menjadi kesempatan untuk dikenali banyak orang. Tapi ketenaran yang ada pada diri Hanifan tidak membuat lelaki ini sombong sedikit pun.
Pemuda 24 tahun tersebut selalu ramah dan mudah senyum kepada siapa saja. Bahkan, sekalipun berdarah-darah usai bertarung di atas gelanggang, senyum dan hormat selalu dia berikan kepada lawan-lawannya.
Contohnya, saat Hanifan menghadapi Mohamad Pandu Wijaya dari Jawa Timur pada babak penyisihan.
Dalam pertandingan itu, Hanifan memang menjadi pemenang. Namun, kemenangan itu harus dibayar mahal setelah dia berdarah-darah mendapat pukulan dari lawannya.
Pada laga itu, Hanifan harus beberapa kali mendapat tindakan medis. Darah bercucuran tidak henti keluar dari mulutnya, akibat terkena pukulan Pandu Wijaya.
Hebatnya, setelah laga selesai dan dinyatakan menang. Hanifan langsung memeluk lawannya. Tidak hanya itu, sikap kesatrianya kembali ditunjukkan di hadapan pelatih lawan.
Hanifan datang ke arah sudut biru tempat dua pelatih Jawa Timur duduk, demi memberikan penghormatan. Bahkan, dia meminta pipinya dipukul sebagai tanda sebuah penghormatan.
Tentu saja sikap dan tindakan ksatrianya ini beroleh tepuk tangan meriah dari seluruh penonton yang memadati GOR Toware.
Baginya, silat bukan hanya soal pertandingan dan baku hantam, karena lebih dari itu, silat adalah silaturahmi.
"Silat itu sesuatu yang sakral dan bersifat silaturahmi," kata dia.
Hanifan menganggap siapa saja boleh baku hantam di atas gelanggang. Tapi begitu wasit membunyikan gong tanda pertandingan selesai, maka semuanya menjadi teman dan sahabat.
Sementara itu, Pipiet Kamelia mengatakan menjadi pasangan suami istri dan sama-sama meraih medali emas PON Papua adalah hal yang begitu spesial.
Apalagi, keduanya pernah sama-sama mengharumkan nama Indonesia dalam Asian Games Jakarta-Palembang 2018. Baik Hanifan maupun Pipiet, masa itu adalah masa saat mereka membuat bangga Indonesia karena telah menyumbangkan medali emas untuk ibu pertiwi.
Kini, pada PON edisi ke-20 mereka kembali menorehkan catatan sejarah dengan menjadi pasangan suami istri yang berjaya dan merebut medali emas.
Melestarikan pencak silat
Sejak menikah pada 2019, pasangan ini saling mengisi dan mendukung karier mereka dalam dunia seni bela diri. Mereka berdua bertekad terus melestarikan pencak silat, dan menularkannya kepada masyarakat.
Bahkan, mereka akan terus seperti itu manakala sudah dianugerahi keturunan oleh Sang Pencipta. Namun demikian, Hanifan menyatakan tidak akan memaksa anak-anak mereka nanti menceburi pencak silat.
Prestasi gemilang yang ditorehkan pasangan ini adalah teladan untuk masyarakat negeri ini. Mereka sendiri berharap generasi muda tidak mudah menyerah dan terus mengejar mimpi demi memberikan yang terbaik kepada nusa dan bangsa.
"Semoga kami bisa menjadi contoh yang baik terutama di dunia pencak silat," kata Pipiet.
Menurut dia, pencak silat mesti terus dilestarikan sebagai bentuk upaya agar generasi muda tidak melupakan akar budayanya.
Indonesia patut berbangga atas komitmen mereka itu. Hanifan dan Pipiet telah mempersembahkan yang terbaik kepada daerah dan negaranya, dan ini patut ditiru siapa pun. Mereka membuat bangga banyak orang, termasuk Presiden Joko Widodo dan juga Prabowo Subianto.
Hanifan Yudani Kusumah pula yang menjadi pemuda yang spontan memeluk Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto menggunakan balutan bendera Merah Putih pada Asian Games 2018.
Pelukan ketiganya viral karena saat itu Jokowi dan Prabowo sama-sama mencalonkan diri pada pemilihan presiden waktu itu.