Di Balik Olimpiade Paris 2024: 2 Emas Indonesia Hingga Mimpi Buruk Pegulat India

| 09 Aug 2024 21:00
Di Balik Olimpiade Paris 2024: 2 Emas Indonesia Hingga Mimpi Buruk Pegulat India
Ilustrasi. (Era.id/Luthfia Arifah Ziyad)

ERA.id - Ajang olahraga paling prestisius di dunia tahun ini, Olimpiade Paris 2024 akan segera berakhir pada 11 Agustus nanti. Sejak dibuka pada 26 Juli lalu, olimpiade yang mempertandingkan 329 nomor dalam 32 cabang olahraga (cabor) ini telah mendulang banyak momen-momen berharga, termasuk prestasi-prestasi baru yang ditorehkan kontingen Indonesia.

Pada olimpiade-olimpiade lampau, Indonesia hanya bertumpu pada cabor bulu tangkis untuk mendapat medali. Torehan terbaik Indonesia sebelumnya, dengan dua medali emas dalam satu edisi olimpiade, terjadi 32 tahun lalu di Barcelona. Saat itu, dua-duanya diraih cabor bulu tangkis lewat Alan Budikusuma di nomor tunggal putra dan Susi Susanti di nomor tunggal putri.

Tahun ini, sejarah dua emas Indonesia kembali terulang, tetapi bukan dari cabor andalan bulu tangkis. Emas pertama bagi Indonesia dipersembahkan oleh seorang pemuda usia 27 tahun asal Pontianak, Veddriq Leonardo. Ia menjadi peraih emas pertama bagi Indonesia di luar bulu tangkis, sekaligus pria pertama di dunia yang meraih emas olimpiade di nomor speed climbing.

Sejatinya, cabor panjat tebing sudah dipertandingkan di olimpiade sejak edisi 2020 lalu. Namun, waktu itu ketiga nomor dalam panjat tebing, yaitu speed, boulder, dan lead digabung jadi satu (combine). Baru pada Olimpiade Paris 2024 nomor speed dipertandingkan terpisah.

Kemenangan Veddriq sudah diprediksi jauh-jauh hari oleh legenda speed Indonesia Abu Dzar Yulianto kepada mantan wartawan olahraga Jawa Pos, Ainur Rohman. Dua tahun lalu, Abu Dzar menjagokan Veddriq menang emas olimpiade karena mentalnya tahan banting.

Sebelumnya, Veddriq sudah lebih dulu menjadi juara dunia panjat tebing dua kali, di Amerika Serikat pada 2021 dan Korea Selatan pada 2023. Saat Piala Dunia Panjat Tebing tahun lalu, ia sekaligus memecahkan rekor dunia speed climbing dengan torehan waktu 5.208 detik. Catatan waktunya saat meraih emas olimpiade Kamis (8/8/2024) kemarin malah lebih cepat lagi, yaitu 4.75 detik!

Belum genap 24 jam Veddriq menggemparkan Indonesia, atlet angkat besi Rizki Juniansyah kembali menyumbang emas olimpiade di kelas 73 kg. Remaja yang baru berusia 21 tahun itu berhasil mencatat total angkatan seberat 354 kg. Ia menyelesaikan angkatan snatch seberat 155 kg, lalu berhasil merampungkan angkatan clean & jerk dengan berat 199 kg yang sekaligus memecahkan rekor olimpiade.

Dengan capaian terakhirnya, lifter asal Banten itu telah meraih 7 medali emas dan 3 medali perak di seluruh kancah internasional. Sebelumnya, pada April kemarin, Rizki memenangkan IWF World Cup 2024 di Phuket, Thailand, pada kelas 73 kg. Ia mencatat total angkatan 365 kg dan memecahkan rekor dunia.

Emas dari cabor angkat besi ini menjadi kado indah, mengingat lifter legendaris Indonesia, Eko Yuli Irawan, yang selalu menyumbang medali pada empat edisi olimpiade sebelumnya, tidak bisa tampil optimal pada Olimpiade Paris 2024 karena cedera.

Selain dua emas, Indonesia sudah lebih dulu mengamankan satu medali perunggu lewat tunggal putri Gregoria Mariska Tanjung alias Jorji. Ia yang awalnya tidak diunggulkan justru jadi harapan terakhir cabor bulu tangkis, karena wakil-wakil Indonesia lainnya sudah berguguran sebelum mencapai semifinal.

Jorji pun mengakhiri puasa medali tunggal putri di ajang olimpiade, setelah terakhir disumbangkan Maria Kristin yang sama-sama meraih perunggu di Olimpiade Beijing 2008.

Perolehan 2 emas dan 1 perunggu membuat Indonesia melesat naik ke posisi 28 dalam klasemen sementara Olimpiade Paris 2024. Selain momen-momen bersejarah tadi, masih banyak momen-momen menarik selama gelaran olimpiade tahun ini. Menjelang penutupan, kami merangkumkan beberapa momen berkesan selama olimpiade, mulai dari yang ikonik hingga mengharukan.

Yusuf Dikec, John Wick dari Turki

Salah satu sorotan utama dalam Olimpiade Paris 2024 tak dapat dipungkiri adalah Yusuf Dikeç. Pria 51 tahun yang mewakili Turki dalam cabor menembak itu seketika menjadi fenomena setelah berhasil meraih perak. 

Penembak fenomenal asal Turki Yusuf Dikeç. (olympic.com)

Dikeç bersama rekannya Sevval Ilayda Tarhan meraih medali perak di nomor beregu campuran pistol angin 10 meter pada Selasa (30/7/2024). Meski berada di urutan kedua, Dikeç justru menjadi bintangnya. Mantan perwira Gendarmerie Turki itu mendadak viral karena gaya menembaknya yang santai dan kasual. 

Alih-alih menggunakan banyak alat bantu konvensional seperti pelindung telinga dan kacamata khusus, Dikeç tampak hanya memakai penyumbat telinga dan kacamata biasa dengan sebelah tangan di saku celana. Ia bertanding di olimpiade seperti sedang bermain menembak kaleng bersama teman-teman di taman. Gara-gara itu, banyak orang menjulukinya John Wick.

Kepada para wartawan yang menyambutnya di Bandara Istanbul, Dikeç mengungkapkan alasannya tampil apa adanya. Menurutnya, peralatan seperti lensa, penutup mata, dan pelindung telinga terasa tidak nyaman dipakai.

"Kami mungkin tampak tenang, tapi dalam diri kami sedang berjuang melawan badai, dan rasanya hati kami akan meledak. Kami berusaha keras agar hal ini tidak terlihat. Sejak saya menembak dengan kedua mata terbuka, menurut saya peralatan tersebut tidak terlalu nyaman,” kata Dikeç dilansir dari AA.

Dikeç merupakan peraih 2 medali emas di Kejuaraan Dunia Federasi Olahraga Menembak Internasional (ISSF); 1 medali emas di Piala Dunia ISSF; dan 5 medali emas di Kejuaraan Menembak Eropa.​​​​​​​

"Kami akan mendapatkan medali emas pada (olimpiade) tahun 2028 dan kemudian, Insya Allah, saya pikir sudah waktunya untuk berhenti," lanjutnya.

Dua ibu hamil pejuang olimpiade

Dalam Olimpiade Paris 2024, ada dua atlet perempuan bertanding saat sedang hamil, yaitu atlet anggar Mesir Nada Hafez dan atlet panahan Azerbaijan Yaylagul Ramazanova. 

Nada Hafez sedang hamil 7 bulan dan lolos hingga 16 besar. Sebelumnya, ia mengalahkan peringkat 10 dunia Elizabeth Tartakovsky dengan skor 15-13. Namun, Nada kalah melawan pemain anggar Korea Selatan Jeon Hayoung.

Atlet anggar Mesir, Nada Hafez. (getty images)

Meskipun tak berhasil meraih medali, Nada merasa bangga karena bisa tampil baik walaupun sedang mengandung.

"Apa yang kamu lihat sebagai dua pemain di arena, sebenarnya ada tiga pemain! Aku, lawanku, dan bayiku yang belum lahir ke dunia, bayi kecil!" kata Hafez di akun Instagram-nya.

"Rollercoaster kehamilan itu sendiri sudah berat, tetapi harus berjuang untuk menjaga keseimbangan hidup dan olahraga adalah hal yang sangat berat, namun sepadan," lanjutnya.

Sementara itu, Ramazanova yang berusia 35 tahun sedang hamil enam setengah bulan dalam Olimpiade Paris 2024. Dalam unggahan Instagram yang mengharukan, ia menceritakan pengalaman merasakan tendangan bayinya sesaat sebelum menembakkan angka 10 sempurna saat mengalahkan pemanah Cina peringkat 28, An Qixuan di babak eliminasi. 

“Aku merasakan bayiku menendangku sebelum menembakkan panah terakhir ini dan kemudian aku menembakkan angka 10,” tulisnya. 

Pemanah Azerbaijan, Yaylagul Ramazanova. (Instagram/@yoyo_gul)

Ramazanova menjadi pemanah kedua dalam sejarah Azerbaijan yang berkompetisi di olimpiade setelah Olga Senyuk di Olimpiade Rio 2016. Namun, sayangnya Ramazanova tersingkir di babak 16 besar oleh pemanah perempuan Jerman, Michelle Kroppen.

Pesenam tahan banting yang main palang bertingkat dengan kaki cedera

Rifda Irfanaluthfi mencatatkan sejarah sebagai pesenam Indonesia pertama yang tampil di olimpiade seusai tampil di Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2023 di Antwerp, Belgia dengan kondisi cedera lutut. 

Tiga minggu sebelum berangkat ke Paris, lutut Rifda membengkak. Kondisinya sempat membaik tiga hari sebelum keberangkatan. Ia sudah mampu memainkan empat alat dalam senam artistik putri, yaitu kuda lompat (vaulting horse); palang bertingkat (uneven bars); balok keseimbangan (balance beam); dan lantai (floor exercise).

Namun, sesampainya di Paris, ia kembali cedera saat latihan kedua. Gara-gara cedera meniskus dan ACL (robekan ligament lutut), Rifda yang seharusnya tampil di nomor all around hanya bisa memainkan satu alat saja, yaitu palang bertingkat.

Ia tampil sambil menahan rasa sakit dengan perban tebal di kaki kanan. Bahkan, Rifda harus dibantu pelatihnya, Eva Novalina untuk naik dan mendarat di palang. Cedera lututnya memaksa Rifda menyelesaikan lomba lebih cepat dari seharusnya.

Pesenam Indonesia, Rifda Irfanaluthfi berlatih di Jakarta. (Antara/Wahyu Putro A)

"Rifda ingin membuat orang-orang yang mendukung Rifda bisa bangga Rifda bisa tampil di olimpiade," ujarnya kepada awak media di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Kamis (1/8/2024). 

Saat tiba, ia menggunakan kursi roda didampingi pelatihnya. Ia disambut keluarganya dan perwakilan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), perwakilan dari Pengurus Besar Persatuan Senam Indonesia (PB Persani), dan perwakilan dari NOC Indonesia.

"Sampai saat ini masih merasakan kebasnya rasa sakit. Motivasi Rifda itu ya bisa tembus di olimpiade, karena itu cita-cita Rifda. Rifda sudah berangkat sudah dikasih kepercayaan dan di-support oleh banyak orang," jelas atlet kelahiran 16 Oktober 1999 ini. Usai perjuangannya di Olimpiade Paris 2024, Rifda akan fokus pada penyembuhan. 

Ia sebelumnya sudah berkali-kali membanggakan Indonesia dengan prestasinya, mulai dari medali perak senam lantai pada Asia Games Jakarta-Palembang tahun 2018 hingga medali perunggu senam lantai di Piala Dunia Senam Artistik FIG 2023 di Kairo, Mesir.

Asa terkubur pegulat putri terbaik India

Pegulat putri India, Vinesh Phogat hanya sejengkal lagi sebelum meraih mimpi medali olimpiade. Ia sudah lolos ke final gulat putri kelas 50 kg setelah mengalahkan tiga lawannya di babak sebelumnya. Namun, dengan kejam Phogat didiskualifikasi menjelang pertandingan akhirnya melawan Sarah Hilderbrandt asal AS pada Rabu (7/8/2024). Alasannya, berat badannya kelebihan 100 gram!

Pegulat putri India, Vinesh Phogat. (getty images)

Sebelum laga final, berat badan pegulat 29 tahun itu memang sempat naik hingga 2 kg lantaran ia harus mengisi ulang tenaga habis bertarung tiga kali dalam sehari. Lalu dalam semalam, ia mati-matian berlatih untuk menurunkan berat badannya ke angka ideal.

Sialnya, saat timbang badan, berat Phogat lebih 100 gram dari batas ideal yang diizinkan. Ia pun terpaksa didiskualifikasi dan tak diperkanankan dapat medali. Dilansir dari India Today, Phogat sempat pingsan beberapa saat setelah didiskualifikasi dan dirawat di rumah sakit karena diduga dehidrasi.

Hildebrandt pun meraih medali emas di final saat melawan Yusneylis Guzman Lopez dari Kuba yang sebelumnya sudah dikalahkan Phogat.

"Dengan sangat menyesal kontingen India menyampaikan berita tentang diskualifikasi Vinesh Phogat dari kelas Gulat Wanita 50 kg," ucap Komite Olimpiade India. "Meskipun tim telah berusaha keras sepanjang malam, berat badannya bertambah beberapa gram menjadi lebih dari 50 kg pagi ini. Tidak ada komentar lebih lanjut yang akan disampaikan oleh kontingen saat ini.”

Phogat lalu mengumumkan pensiun dari gulat. “Saya kalah. Mimpi dan keberanian saya hancur. Saya tidak punya kekuatan lagi sekarang. Selamat tinggal, gulat 2001-2024. Saya akan selamanya berutang budi kepada Anda semua, dan saya meminta maaf,” ujarnya dikutip dari laporan AFP, Kamis (8/8/2024).

Media India melaporkan Phogat telah mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) atas diskualifikasinya dan menuntut agar diberikan medali perak bersama. CAS diperkirakan akan mengumumkan putusannya atas kasus tersebut secepatnya di Paris.

Sebelumnya, Phogat dikenal vokal memprotes mantan Kepala Federasi Gulat India, Brij Bhushan Sharan Singh, yang terlibat dalam skandal pelecehan seksual tahun lalu. Singh diadili atas tuduhan meraba-raba atlet wanita dan meminta layanan seksual dari mereka. 

Gulat sendiri sangat populer di pedesaan India Utara. Foto-foto Phogat dan atlet lainnya yang ditahan saat mereka mencoba berbaris ke parlemen selama protes menjadi viral di media sosial.

“Anda akan selalu menjadi pemenang bagi kami,” kata Bajrang Punia, sesama pemimpin protes tahun lalu dan peraih medali perunggu Olimpiade Tokyo 2020, di media sosial. “Selain menjadi putri India, Anda adalah kebanggaan India.”

Rekomendasi