"PDI Perjuangan memberikan apresiasi terhadap KPU yang telah melakukan terobosan hukum guna peningkatan kualitas dewan ke depan," kata Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, Jakarta, Rabu (4/7/2018).
Tanpa adanya aturan itu, PDIP sendiri sudah menerapkan sanksi tegas bagi kadernya yang terlibat dalam sejumlah masalah. Bukan saja korupsi, kader yang terlibat dalam persoalan narkoba hingga kekerasan pada anak pun jangan berharap akan jadi caleg dari PDIP.
"DPP PDI Perjuangan memastikan bahwa tidak akan mengusulkan bakal calon legislatif di semua tingkatan yang berlatar belakang mantan narapidana korupsi, bandar narkoba dan kekerasan seksual terhadap anak-anak," lanjut Hasto.
"Bagi PDI Perjuangan sendiri, mereka yang terkena OTT dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi sudah diberi sanksi pemecatan dari Partai, dengan demikian secara otomatis tidak bisa dicalonkan, karena tidak lagi menjadi anggota Partai," sambun Hasto lagi.
PDIP sadar kalau aturan itu tidak bisa diterima oleh semua partai. Dalihnya karena tanpa ada pencabutan hak politik dari keputusan pengadilan seseorang masih punya hak dipilih dan hak memilih. Makanya, kalau yang tidak setuju dengan aturan itu, silakan tempuh jalur hukum.
"Bagi yang tidak puas tentu dapat melakukan judicial review sebab Indonesia adalah negara hukum," kata Hasto.
PDIP juga memuji langkah Menkum HAM Yasonna Laoly yang sudah meneken PKPU No 20 Tahun 2018 tentang Pancalonan Anggota Legislatif di Semua Tingkatan. Partainya, kata Hasto, selalu mendorong peningkatan kualitas demokrasi yang diawali dengan seleksi bakal calon bebas dari korupsi.
Dukungan terhadap PKPU tersebut sekaligus memberi kepastian hukum dan dasar legalitas bagi upaya peningkatan kualitas calon anggota legislatif. PDI Perjuangan sendiri sudah menyelesaikan psikotest on line yang diikuti lebih dari 17.800 bacaleg dan proses terus berjalan mengingat overlapping dengan pilkada serentak 2018.
Seperti aturan larangan itu?
Larangan tersebut dituangkan dalam Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang ditetapkan pada 30 Juni 2018. Pada pasal 7 ayat 1 butir g dan h disebutkan, bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah WNI dan harus memenuhi persyaratan tidak pernah menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.
Meski begitu KPU tetap memberikan kelonggaran bagi mantan narapidana itu untuk tetap mencalonkan diri. Namun, syaratnya mereka harus mengumumkan status pemidanaan itu kepada publik. Hal ini dituangkan dalam pasal 7 ayat 4 yang berbunyi: Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dikecualikan bagi (a) mantan terpidana yang telah selesai menjalani masa pemidanaannya, dan secara kumulatif bersedia secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik, bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang, serta mencantumkan dalam daftar riwayat hidup; dan (b) terpidana karena kealpaan ringan (culpa levis) atau terpidana karena alasan politik yang tidak menjalani pidana dalam penjara, dan secara terbuka dan jujur mengumumkan kepada publik.