Wasekjen Demokrat Catut Nama Bung Karno soal Ganti Presiden

| 26 Jul 2018 11:57
Wasekjen Demokrat Catut Nama Bung Karno soal Ganti Presiden
Wasekjen Demokrat Rachland Nashidik dan Kogasma Demokrat Agus Yudhoyono. (Twitter @RachlanNashidik)
Jakarta, era.id - CEO The Initiative Institute Airlangga Pribadi Kusman menyebut Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik tak pantas mengutip ucapan Proklamator Indonesia Bung Karno soal keinginannya ganti presiden. 

Dalam kicauannya di Twitter, Rachland menulis 'saya mau ganti Presiden! Kalau demi itu saya harus bekerja sama dengan setan saya akan lakukan. Apalagi kalau cuma kerja sama dengan Prabowo'. Menanggapi kicauan itu, Airlangga beranggapan hal ini merupakan bentuk kedangkalan politik di media sosial. 

"Ini bagian dari fenomena perayaan kedangkalan dalam politik di panggung media sosial. Rachland itu sebetulnya mendaur ulang statment Bung Karno yang menyatakan untuk kemerdekaan Indonesia, bahkan apabila aku harus bekerja sama dengan setan akan aku lakukan," kata Airlangga dalam rilis tertulisnya, Kamis (26/7/2018).

Pengamat politik ini menjelaskan bahwa ucapan Bung Karno ini dilontarkan ketika Bung Karno digugat karena bekerja sama dengan Jepang untuk kemerdekaan Indonesia. Ungkapan ini digunakan Bung Karno saat itu demi menunjukkan kepada warganya bahwa jalan apapun akan ditempuhnya untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

 

"Masalahnya dengan statement Rachland adalah apakah pantas dengan menyejajarkan tujuan adiluhung kemerdekaan Indonesia dengan sekadar ganti presiden?" ungkap Airlangga.

"Rachland tidak menunjukkan tujuan politik yang sebanding dengan kemerdekaan Indonesia dalam retorikanya untuk melakukan apapun yang bisa dilakukan kecuali sekadar ganti presiden," imbuhnya.

Airlangga berpendapat kicauan Rachland tersebut adalah ungkapan absurd. Sebabnya, ia menilai Wasekjen partai berlambang bintang mercy itu hanya bicara soal menghalalkan segala cara atas nama sendiri tanpa tujuan politik yang substansial. Apalagi ganti presiden itu adalah bagian dari mekanisme politik yang terjadi setiap lima tahun dan bukan merupakan tujuan politik.

Ia juga berpendapat apa yang dilakukan Rachland merupakan pembodohan publik dan hal itu dianggap tak pantas. "Dia sebagai politisi sedang melakukan pembodohan publik yang dilakukan oleh seseorang yang sedang menjadi dungu," tutupnya.

Rekomendasi