Persoalan itu belum kelar, timbul lagi masalah baru. Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief melontarkan tudingan super keras, menyebut Prabowo Subianto sebagai jenderal kardus. Bagi Andi Arief, Prabowo 'Jenderal Kardus' Subianto adalah seorang panglima yang mementingkan uang dibanding berjuang bersama. Entah informasi dari mana, Andi juga menyebut Sandi menyetor Rp 500 miliar ke PAN-PKS untuk jadi cawapres Prabowo.
Partai Gerindra, PAN dan PKS jelas kelabakan mendapat serangan seperti itu. Elite-elite partai itu langsung mengambil sikap pasang badan membela diri. Membantah? Sudah pasti. Malah mereka pakai jurus serangan balik ke Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono yang disebutnya jenderal baper. Situasi koalisi penantang Presiden Jokowi ini berada di titik nadir.
Lupakan peperangan elite partai-partai itu. Hingga berganti hari, mereka masih masih sibuk menggelar rapat konsolidasi. Malah kabarnya, Prabowo pagi nanti akan datang ke rumah SBY di kawasan Kuningan untuk menjernihkan masalah.
Mungkinkah momen ini tak bisa terulang?
Yang pasti, Andi Arief dan Sandiaga harus bisa menjelaskan ke publik, mana yang fakta sebenarnya. Karena kalau benar tudingan Andi Arief, Sandiaga berpotensi melakukan pelanggaran UU No 7 Tahun 2017 soal Pemilu.
Dalam Pasal 228, jelas-jelas sudah ada aturan yang melarang tegas Partai Politik menerima imbalan dalam bentuk apa pun selama proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Kalau ketahuan menerima imbalan, parpol-parpol itu dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya.
Namun semuanya itu harus bisa dibuktikan melalui putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Aturan ini juga melarang setiap orang atau lembaga memberi imbalan kepada Partai Politik dalam bentuk apa pun dalam proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
Jadi...