Mengapa Titik Api di Kalimantan Barat Begitu Banyak?

| 20 Aug 2018 17:50
Mengapa Titik Api di Kalimantan Barat Begitu Banyak?
Foto: Istimewa
Jakarta, era.id - Dari lima provinsi yang telah ditetapkan status darurat, Provinsi Kalimantan Barat menjadi penyumbang titik api atau hotspot terbesar di Indonesia. Tercatat lebih dari 1.000 titik api 'menyerbu' kota Pontianak dan sekitarnya. 

Banyaknya titik api yang mengganggu aktivitas masyarakat ini, juga ramai dibicarakan di lini massa media sosial. Masyarakat merasa gerah, karena dua tahun lebih sejak kebakaran dahsyat tahun 2015 lalu, Karhutla di Kalbar sebenarnya bisa ditangani dengan baik. Yang aneh, kali ini titik api mulai menyerbu kembali.

"Hanya Kalbar yang jumlah titik apinya besar. Pemimpin di daerah ini serius gak sih mengurus kebakaran hutan dan lahan, atau jangan2 dibiarkan?'' tulis akun Raja Putra di Twitter, Senin (20/8/2018).

Dia menyinggung soal 'keunikan' Kalbar, karena satu-satunya Provinsi yang Ketua Satgas penanggulangan Karhutlanya diketuai oleh Sekda. Sementara di Provinsi lainnya Ketua Satgas Karhutla dipegang oleh Danrem.

"Apa Pak Sekda dan Gubernur serius mengurus titik api di Kalbar ini?" tambahnya seraya membuat tagar #Gubernurpadamkanapi #SekdaPadamkanapi.

Ahli kebakaran hutan dan lahan dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo menduga kuat Karhutla di Kalbar terjadi akibat pembakaran serentak. Api sulit ditangani maksimal, karena masyarakat petani membakar di lahan gambut yang tidak begitu luas, namun berada di banyak lokasi dalam waktu secara bersamaan.

Lonjakan drastis Karhutla seperti yang terjadi di Kalbar, membutuhkan perhatian serius dari Kepala daerah setempat. Bambang mengaitkan kondisi Karhutla di Kalbar saat ini, dengan prosesi Pilkada yang baru saja usai.

"Di Kalbar terjadi proses pergantian kepemimpinan yang dimenangkan oleh calon baru. Sehingga tidak sedikit yang berpendapat bahwa seolah-olah kepala daerah yang sekarang ini seperti tidak terlalu optimal untuk mengambil tindakan yang lebih serius seperti sebelum-sebelumnya, dan menganggap bahwa ini merupakan pekerjaan rumah bagi kepala daerah yang baru saja," kata Bambang.

Hal tersebut tentunya sangat disayangkan bilamana benar terjadi, karena yang dirugikan adalah masyarakat banyak. Apalagi di bulan Agustus dan September, petani yang menerapkan sistem ladang berpindah melakukan pembukaan lahan pertanian mereka dengan cara dibakar atau yang dikenal dengan istilah adat 'gawai serentak'.

"Inikan butuh sosialisasi dan pendampingan serius dari Pemda-nya. Kalau kepala daerahnya tidak peduli, membakar serentak ini akan menimbulkan bencana asap seperti yang terjadi sekarang," kata Bambang.

"Indikasi yang membakar ini adalah masyarakat biasa, karena hotspotnya cenderung naik turun dan tidak stabil, karena mereka membakar hanya dalam hitungan jam, tapi karena di lokasi gambut, sisa asapnya masih banyak. Ini kami lihat dari data satelit," jelas Bambang. 

Sebelumnya Wakapolri Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan pihaknya sudah mengambil langkah tegas terhadap pelaku Karhutla di Kalbar. "Sudah ada beberapa yang ditangkap. Kami akan tindak tegas sesuai proses hukum," katanya.

Karhutla yang terjadi di Kalbar, dikatakan Ari, sebagian besar disebabkan oleh faktor manusia yang sengaja membakar. "Potensi kejadian 99 persen karena manusia. Kalau alamnya relatif lebih sedikit, lagipula sekarang kemaraunya tidak terlalu keras," ungkapnya.

Untuk melakukan pemadaman di Kalbar, Manggala Agni KLHK bersama tim satgas yang terdiri dari TNI, Polri, Masyarakat Peduli Api (MPA), BPBD, pihak swasta, dan lainnya terus berjibaku memadamkan titik api di Kalbar.

Direktur Pengendalian Karhutla, KLHK, Raffles B. Panjaitan, mengatakan selain tim darat, pemadaman juga dilakukan lewat udara dengan helikopter.

 

Rekomendasi