"Mata uang rupiah relatif terjaga seiring dengan mulai berkurangnya arus modal asing yang keluar," kata Analis Senior CSA Research Institue Reza Priyambada seperti dikutip dari Antara, Selasa (18/9/2018).
Reza menambahkan, pemerintah terus berupaya untuk mengendalikan defisit neraca perdagangan dan berjalan sebesar 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sehingga turut direspons positif pasar.
"Pemerintah Indonesia berupaya mengendalikan impor. Kebijakan itu juga mendapat dukungan dari lembaga Dana Moneter Internasional (IMF)," katanya.
Kendati demikian, menurut dia, sentimen negatif eksternal masih akan membayangi fluktuasi rupiah menyusul langkah pemerintah Tiongkok akan membalas terhadap tarif impor perdagangan Amerika Serikat yang baru.
Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra menambahkan Presiden AS Donald Trump akan memberlakukan tarif 10 persen pada impor senilai 200 miliar dolar AS, dan menambah tarif jika Tiongkok membalas aksi AS yang terbaru.
"Amerika Serikat kembali membawa ketidakpastian baru," katanya.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Selasa (18/9), tercatat mata uang rupiah melemah menjadi Rp14.908 dibanding sebelumnya di posisi Rp14.859 per dolar AS.