Komisi VIII Dorong Penambahan Anggaran Mitigasi BNPB

| 01 Oct 2018 17:54
Komisi VIII Dorong Penambahan Anggaran Mitigasi BNPB
Gedung MPR/DPR/DPD. (era.id)
Jakarta, era.id - Komisi VIII DPR prihatin dengan komposisi anggaran untuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang tidak merata. Selama ini, sekitar 80 persen anggaran BNPB ditujukkan untuk tanggap darurat, sementara anggaran untuk mitigasi sangatlah kecil. 

Menurut Komisi VIII, mitigasi sangat perlu agar masyarakat tidak gagap dan kaget menghadapi bencana yang membuat koordinasi menjadi lemah. Karena itu, Komisi VIII DPR menginginkan adanya tambahan untuk anggaran mitigasi untuk BNPB. 

"Jadi untuk jangka panjang peningkatan program dan anggaran mitigasi harus ditingkatkan. Komisi VIII juga minta pemerintah untuk membangun budaya peduli bencana jangan hanya pada saat darurat bencana," kata Wakil Ketua Komisi VIII Sodik Mudjahid, di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/10/2018).

Selain itu, Sodik juga melihat, selama ini, pemerintah belum mampu membangun budaya peduli bencana. Ini pula yang membuat, bantuan tanggap darurat yang dikeluarkan pemerintah, selalu dirasakan kurang.

"Ketika darurat bencana banyak bantuan-bantuan tapi sering masyarakat tidak siap sehingga bantuannya, kurang. Itu bagian dari membangun budaya bantuan bencana bukan pada saat darurat tapi juga mitigasi. Itu soal mitigasi," terangnya.

Karena faktor mitigasi di Indonesia yang lemah, kata politikus Partai Gerindra ini, membuat indeks kesiapan masyarakat Indonesia menghadapi bencana lebih kecil dari pada Jepang. 

"Saya beri contoh indeks kesiapan orang Jepang itu 0,9. Orang Jepang siap menghadapi bencana, kita 0,1 kenapa? Karena mitigasi kurang. Mitigasi ditingkat relawan, mitigasi ditingkat masyarakat, termasuk mitigasi di tingkat pejabat pemerintah. BNPB relatif siap tapi pemerintah daerah sering tidak siap. Ini persoalan utama," terangnya.

Selain itu, kata Sodik, Komisi VIII juga meminta penggunan ilmu pengetahuan dan teknologi digunakan secara maksimal untuk masalah mitigasi ini. Sebab peta bencana di Indonesia sudah mengalami perubahan, dan banyak daerah yang masuk zona kuning bencana. 

"Saya beri contoh peta. Peta bencana di kita itu sudah bergeser. Yang tadinya kuning, tiba-tiba yang daerah kuning ada bencana. Bahkan daerah yang hijau di Ponorogo itu bermasalah. Artinya apa, penggunaan IPTEK harus maksimum, kemudian kita juga dapat informasi bahwa alat-alat early warning system tsunami juga tidak jalan," kata dia.

Baca Juga : Ternyata, Indonesia Belum Punya Alat Deteksi Tsunami

Tags :
Rekomendasi