Kerap Dituding PKI, Jokowi: Astagfirullah

| 03 Nov 2018 21:26
Kerap Dituding PKI, Jokowi: Astagfirullah
Jokowi di deklarasi Relawan Banten (Tasya/era.id)
Serang, era.id - Joko Widodo kerap mendapat tudingan bahwa dirinya menganut paham komunis, terlebih ia dikabarkan terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Mendengar hal itu, Jokowi hanya bisa beristiqhfar setiap kabar bohong itu muncul.

“PKI itu dibubarkan tahun 65-66. Saya lahir tahun 61. Umur saya baru empat tahun. Apa ada PKI balita? Coba. ‘Oh bukan Presiden Jokowi. Keluarganya, bapaknya, ibuknya, kakek, nenek. Dicek saja. Sekarang ini zaman keterbukaan,” ujar Jokowi dalam pidatonya pada acara acara deklarasi dukungan Keluarga Besar Alm. Tubagus Chasan Sochi di GOR Maulana Yusuf, Serang, Banten, Sabtu (3/11/2018).

Di depan peserta deklarasi tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyebut kota kelahirannya, Solo, banyak sekali organisasi berlandaskan nilai Islami.  

“NU itu ada di Solo, Muhammadiyah ada di Solo, MTA ada di Solo, LDII ada di Solo, FPI ada di Solo, dicek saja masjid dekat orang tua saya. Cek dekat masjid kakek nenek saya. Keluarga besar saya semuanya muslim. Bapak ibu saya muslim, kakek nenek saya semuanya muslim,” papar Jokowi.

Awalnya dia enggan menggubris berita bohong tersebut. Namun, ia tetap memutuskan mengklarifikasi berita bohong itu karena tidak sedikit masyarakat Indonesia yang percaya isu tersebut.

“Masih ada enam persen, kecil enam persen yang percaya. Tapi enam persen kalau dijumlahkan, ada sembilan juta orang yang masih percaya. Kecil banget kelihatannya, enam persen tapi begitu dihitung ada sembilan juta berarti yang masih kemakan isu-isu hoaks,” kata Jokowi.

“Oleh sebab itu saya sampaikan, coba ada foto di medsos, dilihat, tahun 1955 DN Aidit Kampanye. Kok di dekatnya ada saya, lahir saja belum kok di dekat DN Aidit, ini kan kebangetan coba. Astaghfirullahaladzim,” imbuhnya.

Ia juga heran mengapa isu seperti ini banyak yang percaya. Bahkan ia menyayangkan adanya ulama yang percaya dengan isu ini. Jokowi juga berpesan agar ke depannya, kampanye dilakukan dengan penuh tata krama dan penuh kebaikan dan tidak membuat kegaduhan. Apalagi Pilpres atau pemilu lainnya selalu terjadi setiap lima tahun sekali.

“Marilah gunakan bulan kampanye dengan sebuah kampanye yang mendidik masyarakat, yang mematangkan cara-cara berdemokrasi yang baik, yang mendewasakan masyarakat. Bukan dengan hal-hal yang berkaitan dengan ujaran kebencian, membuat gaduh, membuat resah, khawatir masyarakat. Ini setiap lima tahun ada. Jangan sampai masyarakat terganggu,” tutupnya.

Rekomendasi