Prabowo-Sandi Gunakan Strategi Firehose of Falsehood?

| 07 Dec 2018 16:45
Prabowo-Sandi Gunakan Strategi <i>Firehose of Falsehood</i>?
Jakarta, era.id - Raut muka Presiden Jokowi serius saat mengkritik lawan politiknya yang sering menebar ketakutan dan membuat masyarakat khawatir. Meski campur aduk dengan bahasa Jawa, Jokowi tegas menyebut orang yang jualan ketakutan untuk mendulang popularitas sebagai sosok politikus genderuwo.

"Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Membuat ketakutan. Masa masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Itu namanya politik genderuwo, nakut-nakuti, politik genderuwo," kata Jokowi di depan warga Tegal, 9 November silam.

Bagi timsesnya, Jokowi memang terpaksa mengeluarkan pernyataan itu karena strategi kampanye lawan politiknya sudah di luar akal sehat. Telunjuk siapa yang dimaksud Jokowi itu, kata Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding mengarah kepada kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Prabowo pernah berucap dalam pidatonya kalau Indonesia Tahun 2030 kemungkinan besar sudah musnah. Belum lagi soal pemberitaan pembakaran mobil Neno Warisman. Ujung-ujungnya, bukan dibakar oleh orang lain tapi akibat arus pendek pada kelistrikan mobilnya. Jangan lupa soal kasus kebohongan Ratna Sarumpaet yang masih diselidiki polisi.

Di beberapa negara, strategi menjual ketakutan yang sebagian besar dimanifestasi dalam sebuah berita hoaks, dikenal dengan teknik firehose of falsehood. Strategi yang terbukti jitu karena sudah mengantarkan seseorang menjadi seorang pemimpin negara. Amerika Serikat dan Brazil adalah bukti nyata.

Ilustrasi era.id

Asal-usul firehose of falsehood

Pada 2016, Lembaga Penelitian Kebijakan Publik asal California, Amerika Serikat, Rand Corporation menerbitkan sebuah studi. Berisi mengenai terpilihnya Donald Trump sebagai presiden dikaitkan dengan kemiripan metode yang digunakan Vladimir Putin saat menganeksasi Crimea dan Georgia.

Dalam studi itu, Christoper Paul dan Miriam Matthews menjelaskan, Rusia menggunakan teknik menyebar kebohongan yang diproduksi dengan jumlah besar lewat media-media pemberitaan yang mereka miliki. Teknik ini kemudian diterapkan Donald Trump saat Pemilu AS.

Teknik firehose of falsehood, pada dasarnya menggunakan obvious lies atau kebohongan tersurat yang direncanakan untuk membangun sebuah ketakutan. Dalam propaganda, cara ini ampuh untuk memengaruhi persepsi seseorang. Pasalnya, pada bagian otak manusia, ada bagian yang berfungsi untuk mendeteksi rasa takut dan mempersiapkan diri pada kondisi darurat. Bagian otak tersebut disebut dengan amygdala. 

Ilustrasi pixabay

"Ketakutan itu kan ada di kepala setiap orang. Ada di kepala setiap makhluk hidup, mulai dari seekor anjing sampai manusia, seekor monyet, bahkan seekor buaya pun punya rasa takut," kata Ketua Umum Inovator 4.0, Budiman Sudjatmiko kepada era.id beberapa waktu lalu.

Makanya, kampanye ketakutan yang mengeksploitasi, mengaktivasi, dan mengeruk rasa takut, bisa dimanfaatkan untuk kepentingan politik dalam mencapai kekuasaan. Politisi PDIP ini bilang, rasa takut yang diakomodir ke dalam sebuah kampanye, membuat seseorang menjadi tidak peduli lagi dengan program yang dibawa oleh calon pemimpin. Masyarakat lebih memedulikan hal-hal yang menyangkut ketakutan mereka tersebut.

"Pada akhirnya, kalau umumnya normal orang berpolitik memilih calon presiden, gubernur, wali kota, bupati atau anggota DPR atas programnya, dengan mengeksploitasi rasa takut, orang jadi tidak ngeh, tidak paham dengan program," jelas Budiman.

Pengamat Politik Igor Dirgantara bilang, strategi kampanye seperti itu dilakukan demi tercapainya pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Buat dia, hanya 25 persen masyarakat yang paham akan visi misi dari kandidat presidennya. 

"Sehingga gaya kampanye seperti itu lebih dilakukan oleh para kandidat," kata Igor kepada era.id.

"Secara text book, strategi seperti itu sudah pasti berdampak negatif," lanjutnya lagi.

 

Rekomendasi