Berbicara dalam siaran yang dipancarkan stasiun televisi pemerintah Korut, Kim menekankan AS untuk menepati janji dengan mencabut sanksi Korut sebelum dia menyerahkan senjata nuklir dan rudal balistik.
"Jika AS mengingkari janji yang dibuat di depan seluruh dunia dan berkeras menerapkan sanksi-sanksi dan tekanan-tekanan terhadap republic kami, kami mungkin tidak ada pilihan selain mempertimbangkan cara baru untuk melindungi kedaulatan dan kepentingan kami." kata Kim seperti dikutip BBC, Selasa (1/1/2019).
Permintaan Kim itu, diungkapkannya karena sikap keras AS yang masih sanksi internasional sebelum mereka memverifikasi dan mengonfirmasi telah dilakukan denuklirisasi.
Kim menambahkan, dirinya siap kembali bertemu Presiden AS, Donald Trump, kapan saja untuk menghasilkan kesepakatan yang nantinya bakal diakui dunia internasional.
Pada Juni 2018, kedua sosok bertemu untuk membahas perlucutan nuklir atau denuklirisasi. Namun, sejak pertemuan di Singapura tersebut, sedikit kemajuan yang terlihat.
Walau Korut tak lagi menguji rudal dan nuklir, indikasinya kecil bahwa Pyongyang tengah melakukan proses denuklirisasi menyeluruh sebagaimana tuntutan AS.
Korut memang telah melucuti sejumlah fasilitas uji coba, namun ada sejumlah tuduhan bahwa negara tersebut meneruskan program senjata nuklir.
Sebelum tutup tahun 2018, Kim telah menulis surat kepada Presiden Korea Selatan Moon Jae-in yang berisi permintaan agar keduanya mengadakan pertemuan puncak lagi tahun depan dan berjanji akan "sering" bertemu untuk membicarakan denuklirisasi di Semenanjung Korea.
Dalam surat itu, sebagaimana dijelaskan oleh juru bicara presiden Korea Selatan, Kim Jong-un mengatakan ia berharap dapat mewujudkan perdamaian antara Korea Utara dan Korea Selatan dan "menyelesaikan masalah denuklirisasi di semenanjung sepenuhnya."