"KPU kemarin ditanya oleh PTUN soal apakah udah laksanakan putusan soal OSO, tapi dijawab belum. Kalau belum, PTUN akan mengeluarkan surat eksekusi yang akan dilayangkan ke KPU Senin ini," tutur Kadir saat dihubungi, Senin (21/1/2019).
Jika KPU tetap tidak mengindahkan putusan PTUN, maka pengadilan akan meneruskan surat ke presiden dan DPR.
"Mungkin langsung kami minta surat kedua dari PTUN untuk menyampaikan ke presiden dan DPR langsung. Kalau tidak melaksanakan rekomendasi presiden dan DPR juga ada pidananya," tutur dia.
Ancaman pidana umum yang dibawa oleh kubu OSO melalui PTUN adalah Pasal 216 Ayat (1) KUHP yang berbunyi, "Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah."
Jalan panjang polemik caleg DPD bermula dari putusan MK melarang caleg DPD masih menjadi pengurus parpol pada periode 2019. Namun, Mahkamah Agung (MA) memutuskan larangan pengurus parpol menjadi caleg baru berlaku pada 2024.
Putusan MA tersebut merupakan tindak lanjut atas Putusan MK yang menafsirkan jabatan kepengurusan seseorang dalam parpol sebagai “pekerjaan”, sehingga tidak boleh menjadi calon anggota DPD.
Putusan MA sebenarnya tidak membatalkan Putusan MK, melainkan membatalkan frasa pada PKPU Nomor 26 karena membuat aturan yang berlaku surut.
OSO tak gentar. Ia pun mengajukan gugatan ke PTUN dan pengadilan memutuskan untuk mengabulkan gugatan Oesman Sapta Odang untuk masuk kembali dalam daftar calon tetap (DCT) anggota DPD 2019 yang sebelumnya telah dicoret.
OSO pun telah menggugat KPU ke Bawaslu. Akhirnya, KPU lalu membuka lagi kesempatan bagi OSO agar namanya bisa masuk dalam daftar calon DPD, namun tetap mensyaratkan ketua umum Hanura tersebut harus menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus partai sampai tanggal 22 Januari 2019.