Meutya bilang, pemerintah tidak perlu merespons lebih jauh petisi yang disampaikan Benny kala digelar pertemuan komisioner di Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR) di Jenewa, Swiss, Jumat (25/1) lalu.
"Kita tidak perlu merespons lebih lanjut, khawatir kita akan terjebak oleh upaya penggiringan opini dan juga propaganda oleh pihak yang tidak menyetujui adanya NKRI," katanya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/1/2019).
Di samping itu, Meutya menilai, bahwa upaya agitasi atau hasutan kelompok Benny Wenda dengan menggunakan petisi merupakan modus lama. Cara itu, katanya, dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan dari dunia internasional.
"Beberapa bulan lalu hal yang sama disampaikan oleh kelompok Benny Wenda bahwa posisinya sudah diterima angkanya 1,8 juta, kemudian kita tahu itu hoaks," tegasnya.
Di sisi lain, Meutya juga meminta, agar isu petisi tidak terlalu dibesar-besarkan di media massa. Dia yakin juga kalau PBB akan bersikap sama, mengacuhkan petisi ini.
"Mudah-mudahan PBB tidak akan meneruskan langkah-langkah lainnya dan yakin PBB akan menghormati kedaulatan Indonesia," katanya.
Politikus Partai Golkar ini menilai, PBB pun tidak bisa serta merta mengambil keputusan terkait dengan petisi yang disuarakan oleh kelompok Benny Wenda. Menurut dia, dalam pengambilan keputusan harus melewati rapat umum di Komisi Hak Asasi Manusia PBB.
"Tidak mungkin ada permintaan-permintaan masuk kalau rapat sampai saat ini belum. Tentu Indonesia juga mengetahui jika dilakukan rapat-rapat keputusan terkait adanya kemungkinan potensi referendum yang akan diajukan oleh teman-teman di Papua," tuturnya.