Masalah moral, masalah akhlak
Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu, urus saja akhlakmu
Peraturan yang sehat yang kami mau
Penggalan tembang dari Iwan Fals begitu melekat. Manusia 1/2 Dewa judul lagunya. Liriknya kuat, menukik, dan penuh perlawanan.
Musisi dan Kritik
Sudah menjadi fitrahnya musisi apabila mereka menelurkan kritik. Seperti kata pengamat musik Denny MR yang mengatakan, salah satu fungsi dari musisi yakni sebagai alat kontrol.
"Itu sudah dipahami dari dulu, sekarang pemerintah bagaimana bisa tau apa yang mereka lakukan itu sudah sesuai dengan keinginan rakyat, kalau tidak ada masukan? Kritik itu kan masukan, bukan kejahatan," katanya kepada era.id, Kamis (31/1/2019).
Sayangnya, kebebasan musisi dalam berekspresi mulai terancam. Hal itu lantaran RUU Musik yang sudah diajukan drafnya dinilai mengandung pasal karet. Pasal 2 dari RUU tersebut, berisi pembatasan-pembatasan yang diatur beleid agar lirik-lirik yang dibuat oleh para musisi tidak menerobos aturan. Salah satu aturan yang tidak boleh dilanggar adalah dilarang mengandung unsur provokatif.
Dinilai mengandung pasal karet karena pasal ini dapat menyerang siapa saja tanpa patokan hukum yang jelas. Soal provokasi misalnya, Denny mempertanyakan apa definisi dan tolok ukurnya.
"Jadi provokasi itu apa? Karena kalau pemerintah merasa dirugikan dengan lirik yang dimaksud, dia akan menjadi provokasi kan. Padahal belum tentu begitu. Menurut saya karya musisi itu tidak bisa dihakimi dan dibatasi seperti itu," ujar dia.
Denny mencontohkan salah satu musisi yang pernah vokal mengkritik pemerintah yakni Iwan Fals. Menurut Denny ada salahnya apabila musisi mengeritik dengan gaya mereka masing-masing, asal kritikan tersebut berasal dari fakta yang dapat dipertanggungjawaban. Menurutnya jika ada lirik yang bernada kritik maupun mengoreksi tidak dapat dianggap provokasi.
"Masa karena koreksi itu mereka dianggap provokasi? Kan menurut saya agak serampangan," tegasnya.
Merasa Dibatasi
Secara tidak langsung, RUU Musik dapat membatasi kreativitas para musisi lantaran aturan yang terkandung dalam pasal 5 yang mengatur isi lirik lagu. Mengomentari hal ini, musisi Jason Ranti merasa ditindas oleh pemerintah.
"Ya saya akan dipaksa nulis apa yang pemerintah mau gitu kan, bukan apa yang saya lihat. Saya ditindas dong," kata Jeje sapaan akrab Jason kepada era.id, Kamis (31/1).
Jason menanyakan, siapa sebenarnya yang mengusulkan RUU tersebut. Menurutnya hal itu logika mekanisme pembuatan hukum seperti itu enggak nyambung.
"Yang ngusulin siapa? Ngerti musik kah mereka? Sekarang gini saja, kalau gitu ntar kita minta tolong Lionel Messi untuk buat kebijakan soal bursa efek gimana? Nyambung enggak? Enggak nyambung kan?" tegas Jason.
Harapan Jason, sebaiknya orang-orang di Komisi X diganti oleh orang-orang yang betul-betul memahami dunia musik. "Harapan saya yang masuk komisi 10 itu Ucok Homicide, Cholil Mahmud suruh masuk, Iksan skuter, itu orang yang benar-benar paham. Tapi masalahnya kalau orang yang benar-benar paham enggak mau masuk parlemen. Yang masuk orang parlemen yang begitu ngerti kan maksud saya?" kata dia.
Salah satu penggodok RUU ini yang juga anggota komisi X DPR RI Anang Hermansyah mengatakan, draf RUU Musik yang sudah ada itu merupakan hasil dari diskusi dengan teman-teman musisi lain juga.
Denny MR mengatakan agar pemerintah membuat kebijakan yang substansial, misalnya soal hak cipta yang sudah sekian lama hanya sebatas wacana.
"Itu kan dari tahun gajah kali udah didengang-dengung sampai sekarang kan, mana hasilnya enggak ada. Artinya enggak jelas. Cobalah selesaikan yang penting-pentingnya dulu," ujar Denny.