"Apapun kekerasan tidak boleh dibenarkan apalagi terhadap insan pers yang sedang meliput, sama sekali tidak dibenarkan," tegas Hasto kepada wartawan di Bandung, Jumat (22/2/2019).
Kata Sekjen PDI Perjuangan ini, para pelaku kekerasan itu tidak memahami pekerjaan jurnalis yang bertugas menjaga kualitas demokrasi.
Bahkan, menurut dia, kekerasan itu mungkin terjadi karena pernyataan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto beberapa lalu, yang mengkritik jurnalis dan menganggap jurnalis tak netral.
Hal itu berbeda dengan Joko Widodo (Jokowi), yang selalu merespons suara dari kalangan pers. Dia menyontohkan kasus remisi Susrama yang membunuh seorang wartawan di Bali.
"Pak Jokowi sangat merespon ketika ada remisi atas kasus pembunuhan wartawan, kami merespon aspirasi itu dan akhirnya remisi itu dibatalkan," ujar Hasto.
Sementara Direktur Hukum dan Advokasi TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, Ade Irfan Pulungan menilai tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang tersebut sudah masuk ke dalam ranah pidana. Dia mengaku heran, acara yang sudah dipublikasi harusnya memang berhak diliput oleh media.
"Tentunya sesuai dengan undang-undang berhak meliput acara tersebut, kenapa malah dilarang, dihambat dan justru dilakukan sebuah perbuatan pidana, dugaan penganiayaan," ungkap Ade.
Bahkan secara tegas, Ade meminta agar jurnalis yang mendapat tindak kekerasan dapat segera melaporkan tindakan itu ke pihak kepolisian agar para pelaku dapat segera mempertanggungjawabkan perilakunya.
Supaya kalian tahu, Munajat 212 yang digelar di area Monumen Nasional (Monas) semalam menyisakan cerita miris yang menimpa salah seorang jurnalis. Ia menjadi korban intimidasi oleh massa dari laskar Front Pembela Islam (FPI).
Saat itu, sekitar pukul 21.00 WIB terjadi keributan. Ternyata, kerumunan massa itu terlihat mengamankan orang. Saat itu, beredar kabar ada copet tertangkap. Para wartawan yang berkumpul langsung mendekati lokasi kejadian. Beberapa di antaranya merekam video menggunakan ponsel masing-masing.
Saat mereka sedang mengambil gambar, terdengar ucapan bernada intimidasi dari arah massa. “Kalian dari media mana? Dibayar berapa?” tanya seorang anggota laskar.
“Kalau rekam yang bagus-bagus aja, yang jelek enggak usah!” serunya.
Sampai pada salah satu wartawan yang sedang merekam, tiba-tiba tangannya dipegangi lalu dipiting. Massa meminta wartawan menghapus video copet yang tertangkap, namun wartawan tersebut sempat tak menuruti sehingga terjadi adu mulut .
Massa kemudian menggiring wartawan itu ke dalam tenda VIP sendirian. Meski telah mengaku sebagai wartawan, mereka tetap tak peduli. Di sana, dia juga dipukul dan dicakar, selain dipaksa jongkok di tengah kepungan belasan orang. Namun akhirnya ponsel wartawan tersebut diambil paksa.
Semua foto dan video di ponsel tersebut dihapus. Bahkan aplikasi WhatsApp pun dihapus, diduga agar pemilik tak bisa berkomunikasi dengan orang lain. Usai kejadian itu, korban langsung melapor ke Polres Jakarta Pusat dan melakukan visum.