Alat Pelanggar Kampanye di Era Digital

| 05 Mar 2019 09:19
Alat Pelanggar Kampanye di Era Digital
APK caleg di kawasan Tebet (Irfan/era.id)

Jakarta, era.id - Pemasangan alat peraga kampanye (APK) di ruang-ruang publik makin enggak karuan. Tembok kosong sedikit, ditutup poster. Ada tiang listrik 'nganggur' sebentar, langsung dipasangi spanduk. Yang paling parah, pohon yang enggak salah apa-apa, dipaku dan dipasangi selebaran perusak.

Dan tahukah kamu guys, bahwa wilayah administrasi Ibu Kota paling dirusak para caleg, which is mereka yang adalah calon wakil rakyat kita di parlemen adalah wilayah administrasi Jakarta Selatan alias our beloved city, Jaksel tertjinta. Literary dirusak, lho. Di-ru-sak.

Jadi, menurut laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta yang dirilis beberapa hari lalu, ada 3.813 temuan pelanggaran pemasangan APK yang ditemukan Bawaslu di Jaksel.

Setelah Jaksel, Jakarta Pusat jadi wilayah administrasi kedua dengan kerusakan terparah dengan catatan pelanggaran mencapai 3.323 kasus. Sisanya, Jakarta Timur (3.161), Jakarta Barat (2.673), Jakarta Utara (582), serta Kepulauan Seribu (26) menggenapi catatan 13.578 total pelanggaran yang ditemui Bawaslu DKI Jakarta di seluruh wilayah administrasi Ibu Kota sejak September 2018.

"Ada 3.813 pelanggaran di Jakarta Selatan terkait pemasangan APK," kata Komisioner Bawaslu DKI Puadi di Jakarta, seperti dikutip Antara, Selasa (26/2).

Dan tebak, pelanggaran terbanyak, kata Puadi adalah pemasangan APK di pohon dan tiang listrik. Selain itu, Bawaslu DKI juga menemukan pelanggaran pemasangan APK di wilayah pendidikan di Jakarta Barat.

Infografis (Ilham/era.id)

Jangan dipilih

Ini sih subjektivitas kami saja, bahwa jangan dipilih deh tuh caleg-caleg kurang ajar dan tak patuh aturan. Bukan apa-apa, mosok iya kita mau diwakili sama mereka yang belum apa-apa sudah bertindak sewenang-wenang menyalahi aturan dan menindas bapak-ibu pohon yang enggak berdosa.

Caranya, catat saja nama-nama caleg yang APK-nya menempel di pohon dan area-area terlarang lain. Kemudian, jadikan catatan kamu itu sebagai panduan pertama saat memasuki bilik suara 17 April 2019 nanti.

Bawaslu DKI sendiri, menurut Puadi sudah mengambil langkah tegas. Sejumlah caleg bermasalah yang dosanya telah berkekuatan hukum tetap akan didiskualifikasi dari kontestasi pemilu nan luhur ini. Eh, kontestasi pemilu yang seharusnya luhur ini, maksudnya.

"Beberapa peserta pemilu, terutama caleg yang sudah berkekuatan hukum tetap di pengadilan yang nantinya akan didiskualifikasi dan dicoret namanya," kata Puadi.

APK caleg di kawasan Tebet (Irfan/era.id)

Soal aturan, pemasangan APK diatur dalam pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Pemilihan Umum ataupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum.

Atau kita bedah pasal 34 dalam PKPU Nomor 23 Tahun 2018, di mana disebut bahwa pemasangan APK harus mempertimbangkan faktor etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan. 

Pemasangan APK seperti ditulis dalam ayat 1 Pasal 34 yang mengatakan bahwa APK harus dipasang di lokasi yang telah ditentukan. Dalam peraturan tersebut dipaparkan lokasi-lokasi yang enggak boleh dirusak oleh wajah-wajah penuh janji para caleg, seperti tempat ibadah, rumah sakit, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan protokol, pohon perindang, tiang listrik dan tiang telepon.

Beberapa waktu lalu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Ashari pernah mengatakan, seenggaknya ada tiga hal yang perlu disoroti soal pelanggaran APK ini. Soal substansi, misalnya. Hasyim mengatakan, setiap peserta pemilu wajib memerhatikan visi, misi, dan program yang ditawarkan. Dan seluruh materi itu harus dimuat dalam APK. 

Lalu, para peserta pemilu juga wajib menaati peraturan UU yang berlaku tentang PKPU. Salah satunya penyampaian pesan dalam APK yang dilarang menyebar fitnah, menyerang orang lain, dan bermuatan SARA. 

APK di era digital

Dengan tingginya pelanggaran yang terjadi, sulit rasanya memang menghindar dari prasangka buruk dari para caleg. Habis, belum apa-apa, mosok sudah sebanyak itu pelanggaran kolektif yang dilakukan para caleg?!

Lagipula, di zaman yang serba digital ini, masih perlu gitu APK? Bukan enggak boleh kampanye dengan membuat propaganda lewat media cetak, tapi boleh juga rasanya meminjam kata-kata Pandji Pragiwaksono: sedikit lebih beda lebih baik daripada sedikit lebih baik.

Pasalnya, sekarang ini kan zamannya digital. Zaman unicorn yang onlen-onlen gitu. Jadi, kenapa enggak dimanfaatkan saja itu media sosialnya? Atau ya enggak apa-apa bikin poster baliho dan kawan-kawannya. Tapi ya coba desainnya agak lebih kece sedikit gitu, jangan begitu-begitu saja. 

Peneliti Bidang Politik dari The Indonesian Institute Afianto Purbolaksono, dalam tulisannya yang berjudul Media Sosial, Pilkada Serentak dan Pemilu 2019 menuturkan bahwa media sosial dapat membuat strategi komunikasi lebih efektif.

"Melalui media sosial partai politik maupun kandidat dapat membuat strategi komunikasi lebih efektif," tulisnya.

Menurut Afianto, penggunaan Internet dalam hal ini sosial media dapat memengaruhi lanskap partai politik. Mengutip Andrew Chadwick (2006), ia mengatakan ada tiga poin yang mendukung hal tersebut dapat terjadi.

Pertama, media sosial akan meningkatkan kompetisi partai. Dalam banyak kasus, partai-partai kecil yang memiliki sumber daya terbatas, tidak memiliki pengaruh, khususnya dalam pemilu. Kedua, menurutnya media sosial dapat meningkatkan interaksi masyarakat dengan partai politik maupun kandidat. Pada saat yang sama partai politik dan kandidat dapat mengkoordinasikan pendukung mereka dengan lebih mudah dan cepat untuk memobilisasi masa pada saat kampanye.

Terakhir, media sosial akan menciptakan sebuah adaptasi kelembagaan. Artinya, akan ada pergeseran aktivitas politik dari offline ke online. Partai politik maupun kandidat dapat memanfaatkan media sosial dengan kampanye yang sama seperti dalam politik offline.

"Partai politik dan kandidat harus menggunakan media sosial dengan interaktif untuk memperkuat yang telah ada dalam media konvensional."

Rekomendasi