Merayakan Hari Perempuan Sedunia dengan Tuntutan Kesetaraan

| 08 Mar 2019 19:29
Merayakan Hari Perempuan Sedunia dengan Tuntutan Kesetaraan
Perayaan dan orasi hari perempuan sedunia (Diah/era.id)
Jakarta, era.id - Dalam merayakan Hari Perempuan Sedunia, sejumlah organisasi dan komunitas kemasyarakatan yang tergabung dalam Komite IWD 2019 ikut merayakannya di Indonesia. Mereka menuntut agar perempuan memiliki kesetaraan yang sama di Indonesia.

Aksi ini digelar di Taman Aspirasi, seberang Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Mereka menggagas Gerakan Bersama Perempuan Tuntut Ruang Hidup Demokratis, Sejahtera, Setara, dan Bebas Kekerasan. 

Mengambil momentum Politik elektoral Pemilihan Umum (Pemilu) Pemilihan Presiden (Pilpres) dan pemililhan anggota legislatif (Pileg) sebagai panggung refleksi politik independen perempuan.

Banyak wajah yang tak asing turut hadir dalam acara ini. Ada Gunarti, petani Kendeng yang memperjuangkan ruang hidup dan kelestarian alam dari kerusakan akibat pendirian pabrik semen. Serta Ibu Sumarsih, pelopor Aksi Kamisan.

Aksi ini tak cuma sebatas hura-hura atau deklarasi Hari Perempuan Sedunia saja, ada beberapa perwakilan aksi yang juga melakukan audiensi ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA). 

"Dalam kesempatan tersebut akan disampaikan tuntutan gugus depan permasalahan antara perempuan dan ketenagakerjaan, kekerasan seksual, kesehatan, identitas, ekspresi, ruang hidup, agraria, dan perlindungan hukum," sebut Juru Bicara Komite IDW 2019 Mutiara Ika Pratiwi di lokasi, Jumat (8/3/2019).

Mereka memandang, perempuan yang bekerja di sektor kasar seperti buruh pabrik rentan mengalami pemiskinan, diskriminasi, dan kekerasan di hampir seluruh sektor industri. Pemiskinan tersebut tergambar dari ketiadaan tunjangan pasangan bagi buruh/pekerja perempuan, upah murah, hingga tidak ada upah lembur. 

Ketua Umum KASBI Nining Elitos juga menyampaikan pandangannya soal kebijakan pemerintah melalui Impres Nomor 9 tahun 2013 tentang UMK. Sebagai pekerja di bidang padat karya seperti garmen dan tekstil, peraturan UMK ini dinilai mendiskriminasikan para buruh perempuan.

"UMK ditentukan 3,1 juta, tapi karena ada pergub itu, upah perempuan bisa 2,8 bahkan bisa lebih rendah. itu terjadi di wilayah jawa barat. di lima kota di jabar melegitimasi itu. Akibat impres itu, akhirnya pemda mengamin kemudian semakin mendiskriminasi terhadap perempuan," ungkap Nining.

Lebih lanjut, perempuan, menurut mereka juga masih dijadikan sebagai objek eksploitasi untuk meraih sensasionalitas dan komersialisme. Masih banyak media massa yang produk pemberitaannya seksis dan tidak berpihak pada korban kekerasan serta pelecehan seksual.

Tak sedikit pemberitaan dan produk media (film, iklan, media cetak/elektronik, dan lain sebagainya) justru melanggengkan stereotipe negatif untuk perempuan dan minoritas seksual lain.

"Belum ada jaminan keamanan dan kenyamanan bagi perempuan untuk beraktivitas di ruang publik, seperti jalan raya, mall, taman, gang, angkutan umum, di tempat kerja, institusi pendidikan hingga ruang maya (internet). Kekerasan seksual sudah seharusnya menjadi urusan publik yang harus dijamin proses dan penyelesaiannya oleh negara," ujar Juru Bicara Komite IDW Lini Zurlia.

Lebih jelasnya, ada sejumlah tuntutan dari Komite IWD 2019 kepada pemerintah Indonesia. Sedikit di antaranya mengenai pelibatan perempuan dalam kesetaraan pendidikan, ketenagakerjaan, hukum dan perlindungan dari kekerasan seksual.

Rekomendasi