Hal itu dia katakan saat debat kelima Pemilu 2019 yang digelar di Hotel Sultan, Sabtu (13/4/2019). Debat ini bertema ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan dan investasi, serta perdaganan dan industri
Menurut Prabowo, deindustrialisasi adalah bangsa Indonesia tidak produksi apa-apa.
Deindustrialisasi Fenomena Global
Peneliti muda Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Izzudin Al Farras mengatakan, deindustrialisasi merupakan sebuah fenomena alamiah yang tidak hanya terjadi di Indonesia. Menurutnya deindustrialisasi terjadi secara global.
"Deindustrialisasi dan transformasi struktural ekonomi merupakan fenomena alamiah dan terjadi secara global," katanya pada acara Diskusi Online Indef (DOI) beberapa waktu lalu.
Namun sayangnya, apabila dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) tingkat produktifitas Indonesia masih kalah dengan Thailand dan Malaysia. Izzudin menyebutnya dengan deindustrialisasi dini.
"Deindustrialisasi dini yang terjadi di Indonesia terjadi lebih cepat dari negara ASEAN lainnya," katanya.
Menurut Izzudin, dalam 10 tahun terakhir, Indonesia mengalami penurunan porsi manufaktur terhadap PDB sebesar 7 persen, penurunan itu jauh besar dibanding Thailand dan Malaysia yang tidak lebih dari 4 persen.
Izzudin menjelaskan, deindustrialisasi dini di Indonesia terjadi karena 3 faktor, pertama karena turunnya penerimaan perpajakan, kedua daya serap tenaga kerja oleh sektor manufaktur semakin berkurang, dan terakhir karena secara agregat, pertumbuhan PDB tidak dapat terdongkrak naik dengan cepat.
Sedangkan menurut Prabowo, deindustrialisasi yang dialami Indonesia terjadi karena tidak adanya strategi jitu yang dirumuskan oleh pemerintah saat ini.
"Terjadi deindustrialisasi dan terjadi tidak adanya strategi yang dijalankan pemerintah," kata Prabowo.
Investasi tidak dorong produktivitas
Deindustrialisasi dini di Indonesia memang cukup disayangkan di tengah meningkatnya nilai rapor pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut data yang dipaparkan ekonom M Rizal Taufikurohman dalam acara diskusi online para ekonom dan pewarta, pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 2015-2018, secara berturut-turut yakni sebesar 4,88 persen; 5,03 persen; 5,07 persen; dan 5,17 persen.
Catatan pertumbuhan ekonomi yang meningkat itu sayangnya tidak disebabkan oleh kontribusi investasi Indonesia yang semakin pesat. Menurut Rizal pertumbuhan tersebut paling dominan didorong oleh faktor konsumsi (konsumsi RT, konsumsi RT Non-Profit, dan Konsumsi pemerintah).
Padahal dalam mendorong kualitas pertumbuhan ekonomi seyogyanya didorong oleh produktivitas industri karena adanya investasi yang tumbuh sangat pesat, penerimaan fiskal yang semakin membaik, surplus perdagangan luar negeri yang semakin menguat. Namun, menurutnya, kondisi tersebut tidak terjadi demikian.