Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini memandang, harus ada narasi yang memperjelas soal keberadaan TPF ini dan menjadi pembeda dari instansi lain.
Mengingat saat ini sudah ada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menangani kasus pelanggaran pemilu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menangani penyalahgunaan kode etik oleh para penyelenggara, dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menangani sengketa hasil pemilu.
"Mestinya konsep TPF ini harus dipertegas dulu, landasan dan produk hukumnya mau seperti apa, desainnya mau seperti apa, hasilnya akan seperti apa, lalu komposisinya siapa saja," ujar Titi di kawasan Menteng, Sabtu (27/4/2019).
Memang, dalam hal penegakan hukum pemilu, masyarakat yang dibuka kesempatan untuk ikut ambil bagian berpartisipasi di dalam melaporkan terjadinya dugaan pelanggaran. Tetapi, Titi bilang mekanismenya tetap berakhir melalui muaranya tetap di bawah undang-undang Pemilu.
"Kalau memang merupakan partisipasi masyarakat untuk ambil bagian di dalam mengawasi serta menindak lanjuti pelanggaran melalui mekanisme yang ada, itu sesuatu yang positif. Tapi, dia harus berdasarkan tata cara peraturan perundang-undangan," jelasnya.
Supaya kamu tahu, Direktur Materi Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Surdiman Said bilang pihaknya akan terus meyakinkan publik bahwa TPF sangat diperlukan demi keselamatan, keutuhan dan kredibilitas penyelenggara.
Selain itu, katanya, jika memang perwakilan dari kubunya diperlukan untuk mengisi posisi TPF, dirinya juga mengingkan ada porsi yang sama untuk lawan politiknya yakni tim TKN Jokowi-Ma’ruf. Dia menilai, hal ini akan menjadi imbang.
“Sejauh mungkin (TPF diisi) orang yang independen dan mudah-mudahan orang itu masih ada. Saya kira masih banyaklah, nanti kalau kami diperlukan ikut bantu sebaiknya juga seimbang dari 01 juga harus ada. Jadi tim yg bersahabat bukan seperti investigator dari luar tapi semua membuka diri,” kata Sudirman.
Lebih lanjut, pendiri lembaga advokasi hukum dan hak asasi manusia Lokataru, Haris Azhar merupakan orang yang pertama kali mengusulkan agar pemerintah membentuk tim ad hoc atau Tim Pencari Fakta (TPF) untuk menangani persoalan yang terjadi pada pemilu 2019.
Haris menilai, Pemilu 2019 menyisakan sejumlah persoalan penting yang tidak cukup hanya ditangani oleh Bawaslu atau KPU.