SOTR, Masih Perlu Enggak Sih?

| 19 May 2019 16:16
SOTR, Masih Perlu Enggak Sih?
Apel Cipta Kondisi Polres Metro Jaktim dalam rangka antisipasi balap liar, sahur on the road dan tawuran warga (Foto: Twitter @TMCPoldaMetro)
Jakarta, era.id - Sebuah pesan masuk dalam grup WhatsApp alumni SMA. Isinya memberi tahu kalau sebentar lagi sejumlah siswa, membawa nama sekolah tapi tanpa pendampingan guru, akan melakukan kegiatan Sahur on the Road (SOTR). 

Saat masih sekolah, kegiatan berkumpul mulai tengah malam, konvoi bersama di jalanan sembari membagikan makanan kepada orang-orang tak mampu, hingga sahur bersama di titik kumpul akhir, memang cukup menyenangkan dan menganggap keren. Setidaknya, itu yang kami rasakan dulu.

Hal ini sepaham dengan Sosiolog Imam Prasojo. Dia bilang, anak muda memang butuh aktualisasi untuk berkumpul melakukan aktivitas dan interaksi bersama. 

"Di bulan puasa, mereka bisa menggunakan momen saat sahur untuk berkumpul, dinamakan sahur on the road," tutur Imam kepada era.id, Minggu (18/5/2019).

Tapi, yang perlu diingat, apakah para peserta SOTR ini sudah menangkap makna sahur yang sebenarnya? Kalau analisa Imam sih bilang tidak.

"Dalam situasi bergerombol seperti itu, anak-anak itu bisa muncul spirit kelompok yang bukan menonjolkan sisi religiusitasnya tetapi lebih ke spirit kebersamaan, seperti hura-hura di jalanan yang melanggar aturan yang akhirnya cenderung mengesampingkan sisi religiusitas, " jelas dia. 

Yang Imam khawatirkan, peserta SOTR jadi pengendara lalu lintas yang tidak taat. Misalnya, tak memakai helm, dan tak memiliki SIM.  Dan mungkin saja, peserta SOTR itu melakukan aksi vandalisme di tembok dan trotoar jalan. 

Mungkin inilah yang membuat Gubernur DKI Anies Baswedan melarang warganya untuk melakukan SOTR, untuk mencegah terjadinya kasus kriminal. 

Sebagai contoh, Senin (13/5), polisi menangkap peserta SOTR karena diduga mau tawuran di Tangerang. Tapi, apa SOTR jelek dan berdampak buruk bagi pesertanya? 

Bagi Imam, baik atau buruknya suatu kegiatan berkumpul tergantung siapa yang mengarahkan, dalam hal ini adalah ketua pelaksana. 

"Untuk memastikan bahwa kelompok itu saat mengendarai kendaraan saat SOTR sesui dengan aturan yang baik, harus ada sosok yang mendorong ke arah itu. apakah yang mengarahkan itu punya visi-misi baik, maka bisa ke arah yang baik. Kalau cara itu tidak dilakukan, maka enggak ada bedanya dia sama geng motor yang membuat onar," ungkapnya. 

Imam jadi punya usul kepada aparat keamanan untuk menghadapi kegiatan SOTR seperti ini. Jika memang mereka terindikasi melakukan kegiatan kriminal seperti vandalisme, berbuat onar, bahkan sampai tawuran, tindak tegas. 

"Kalau mereka dibiarkan ugal-ugalan, kan sama saja membiarkan anak anak menggunakan sejata pembunuh. Saat ditangkap, ambil saja langsung kendaraannya biar mereka jera," ujar Imam. 

"Tapi, polisi juga mesti mencari payung hukum yang kuat untuk menindak sesuai dengan aturan. Lagipula, Buat apa kita mempertahankan anak-anak kayak gitu, menggunakan kendaraan yang berpotensi mencelakakan orang lain," tutupnya. 

Rekomendasi