Sementara teman-temannya sesama pelaku, sebanyak empat orang, kini bebas tidak tersentuh hukum. Keempat orang itu: Edy Santoso; seorang warga Korea Selatan bernama Lee Gil Woo sekaligus pemilik PT Beronika; Nia Kalmira Basar (Sekretaris PT Beronika); serta Harvey Barki pemilik PT Trubustex.
Edy Santoso adalah bosnya Bonivasius yang memodali kegiatan dan sudah memberikan tebusan ke negara uang sebesar Rp 3 miliar. Kini dia bebas di luar. Kerugian negara yang ditimbulkan dari faktur pajak fiktif itu sebesar Rp4,5 miliar.
Disebutkan, PT Beronika dan PT Trubustex merupakan pengorder pajak fiktif. Sementara Edy Santoso dengan anak buahnya, Bonivasius bertindak sebagai perantara. Kini, sendirian Bonivasius menghadapi pengadilan dan malah sudah divonis dan ditahan .
Pihak keluarga bukannya tidak terima dengan penahanan dan proses hukum yang dijalani Bonivasius. Hanya saja, bagi keluarga, semua yang terlibat dalam penerbitan faktur pajak, harusnya dihukum penjara sama dengan Bonivasius.
"Ini harus diusut, karena saya merasakan terjadi ketidakadilan selama persidangan. Kenapa cuma kerabat saya yang ditahan," ungkap Hulman Siregar, seorang kerabat Bonivasius, Jumat (31/5/2019).
Hulman mencurigai adanya kongkalikong dalam kasus penahanan kerabatnya. Dia mengatakan, Kementerian Keuangan di bawah pemerintahan Presiden Jokowi, sangat serius membangun kejujuran di perpajakan. Tapi di kasus Bonivasius, dia menduga ada ketimpangan dan sudah berlangsung sejak penyidikan di kantor pajak. Hulman memohon Ditjen Perpajakan mengawasi serius kasus pajak ini.
"Tidak adil hanya Bonivasius yang dikorbankan. Apakah karena dia rakyat kecil, sedang bos-bosnya dilepas? Kasihan, buruk sekali nasib orang kecil ini," ujarnya.
Kasus ini bermula sekitar tahun 2016. Di mana direktur PT Trubustex, Harvey Barki meminta bantuan Bonivasius untuk mencarikan faktur pajak yang tidak berdasarkan transkasi sebenarnya alias fiktif. Dengan maksud dan tujuan agar PT Trubustex bisa mengekreditkan faktur pajak tersebut untuk mengajukan restitusi ke kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega.
Dalam dakwaan yang disusun Jaksa Surmah, Kejari Bandung menyebut kalau Bonivasius menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) sebesar 2,75 persen dari dasar pengenaan pajak (DPP) dengan masa pajak pertambahan nilai (PPN) sejak Januari 2016 hingga Desember 2016.
Jaksa penuntut umum meyakini, Bonivasius secara sah melakukan Tindak Pidana Perpajakan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c jo Pasal 43 UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 tahun 2000.