Namun, yang hadir dalam ruang sidang untuk memberikan keterangan hanya Marsudi Wahyu Kisworo. Sementara, Riawan Tjandra menyampaikan keterangan tertulis kepada MK.
"Intinya, keterangan tertulis soal penegasan status BUMN dan anak BUMN. Ukurannya apakah sebagai paslon, kalau menjabat di sana harus mundur atau tidak. Ini hanya menegaskan BUMN atau anak BUMN," kata Hasyim di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2019).
Dalam keterangan tertulis yang ditujukan untuk majelis hakim, Riawan menjelaskan soal status hubungan anak perusahaan BUMN apakah juga merupakan BUMN sebagaimana tudingan tim Prabowo-Sandi yang mempersoalkan status cawapres 01 Ma'ruf Amin sebagai dewan penasihat BNI syariah dan Bank Mandiri Syariah.
"Anak perusahaan BUMN merupakan entitas hukum yang berbeda dengan BUMN induknya. Kecuali berdasarkan kriteria khusus dan dalam rangka penegakan UU Tindak Pidana Korupsi yang bersifat lex specialis," kata Riawan.
Dia menjelaskan, kebijakan negara menempatkan anak perusahaan BUMN secara hukum terpisah secara struktural dari BUMN induk, namun, tetap menjadi bagian fungsional dari pencapaian tujuan ekonomi negara hanya dalam hal dipergunakannya kriteria khusus sebagaimana diatur pada Pasal 2A ayat 7 PP 72 Tahun 2016.
Pandangan Riawan, jika dikaitkan dengan Peraturan Menteri BUMN No. Per-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerja Sama BUMN pada Pasal 2 diatur pengertian dari kerja sama sebagai perikatan hukum antara BUMN dengan mitra untuk mencapai tujuan bersama.
Pada Pasal 3 diatur yang dimaksud dengan mitra adalah pihak yang bekerja sama dengan BUMN yang terdiri dari anak perusahaan BUMN, perusahaan terafiliasi BUMN dan/atau pihak lain.
Jadi, rangkaian pengaturan tersebut dapat disimpulkan bahwa status hukum anak perusahaan BUMN berbeda/terpisah dengan BUMN induknya.
"Karena anak perusahaan BUMN dapat diletakkan sebagai salah satu dari mitra yang melakukan kerja sama dengan BUMN disamping mitra yang lain yaitu perusahaan terafiliasi BUMN dan/atau pihak lain," katanya.
Supaya kamu tahu, mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menjadi saksi fakta dari kubu Prabowo-Sandi dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019.
Dia menceritakan pengalamannya sebagai pelaksana Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Kata dia, UU BUMN lahir pada 2003 dan mulai dilaksanakan pada 2005. Lalu pada tahun 2006 pihaknya mulai menghadapi pilihan, sebab di dalam UU Tipikor muncul istilah pejabat BUMN.
Sementara, kata dia, di UU BUMN tidak terdapat istilah pejabat, yang ada hanya pengurus. "Kita selalu dihadapkan yang mana pejabat BUMN karena tak ada istilah hukum apapun," kata Said.
Saat menjabat sebagai Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu mengatakan, berkomunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) bagi pejabat BUMN.
Karena ada kerancuan istilah 'pejabat' dalam UU BUMN dan UU Tipikor, sehingga dirinya selaku pelaksana menafsirkan bahwa jabatan yang masuk kategori 'pejabat' di BUMN adalah direksi, dewan pengawas dan komisaris.
"Direksi, dewan pengawas dan komisaris dimasukkan dalam kelompok pejabat BUMN. Mulai 2006, seluruh pejabat BUMN berkewajiban melaporkan LHKPN," ujarnya.