Soal Jabatan Ma'ruf, Kubu Jokowi Tak Akan Hadirkan Saksi Ahli

| 21 Jun 2019 13:37
Soal Jabatan Ma'ruf, Kubu Jokowi Tak Akan Hadirkan Saksi Ahli
Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril ihza Mahendra (Anto/era.id)
Jakarta, era.id - Ketua tim hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra merasa tak perlu menghadirkan saksi untuk menerangkan status jabatan cawapres 01 Ma'ruf Amin sebagai Dewan Pengawas Syariah di BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri. 

Yusril mengatakan, keterangan ahli yang ditunjuk KPU sudah menerangkan banyak hal. Bahkan, Yusril merasa dalil jabatan Ma'ruf yang masuk dalam permohonan pemohon sebagai bagian propaganda seolah-olah Maruf tak memenuhi syarat. 

"Kami anggap ini sudah lewat. Lagipula, (saat itu menjadi) kewenangan Bawaslu dan PTUN kalau ada calon yang tidak memenuhi syarat. Yang diajukan kan pak Said Didu, tapi enggak menjelaskan apa-apa soal Kyai Ma'ruf," kata Yusril di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019).

Kata Yusril, posisi Said hanya saksi fakta, sedangkan persoalan Ma'ruf menjabat di BUMN atau anak perusahaan BUMN harus diterangkan oleh saksi ahli yang bisa mengeluarkan pendapat. 

"Seperti diketahui, hierarki alat bukti di MK ini adalah pertama sekali adalah sueat dan keterangan para pihak. Ini sebenarnya saksi itu apalagi ahli derajatnya ketiga dan keempat. Tapi, keterangan pihak sudah menerangkan kedudukan pak Kyai Ma'ruf, kami anggap ini selesai," jelas dia. 

Supaya kamu tahu, Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu, menjadi saksi fakta dari kubu Prabowo-Sandi dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019.

Said Didu jadi saksi ke-8 pihak Prabowo. Kesaksiannya berkaitan dengan status pencalonan Ma'ruf Amin sebagai cawapres yang masih menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah. Dalam penjelasannya ia menjabarkan definisi pemegang saham di UU BUMN dan anak perusahaan BUMN.

"Kita selalu dihadapkan yang mana pejabat BUMN karena tak ada istilah hukum apa pun," ungkap Said Didu dalam kesaksiannya di ruang sidang MK. 

Saat menjabat sebagai Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu mengatakan, berkomunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) bagi pejabat BUMN.   

Karena ada kerancuan istilah 'pejabat' dalam UU BUMN dan UU Tipikor, sehingga dirinya selaku pelaksana menafsirkan bahwa jabatan yang masuk kategori 'pejabat' di BUMN adalah direksi, dewan pengawas dan komisaris.

"Direksi, dewan pengawas dan komisaris dimasukkan dalam kelompok pejabat BUMN. Mulai 2006, seluruh pejabat BUMN berkewajiban melaporkan LHKPN," ujarnya.

Menurutnya sejak saat itu, petinggi dari anak perusahaan BUMN dianggap juga sebagai pejabat BUMN. Tak hanya dalam mengurus LHKPN, tetapi juga ketika petinggi anak usaha BUMN ingin berpolitik. Maka Said mengatakan mereka diharuskan mundur dari jabatannya. 

Kemudian, KPU membawa keterangan dari ahli bernama Riawan Tjandra. Dalam keterangan tertulis yang ditujukan untuk majelis hakim, Riawan menjelaskan soal status hubungan anak perusahaan BUMN apakah juga merupakan BUMN sebagaimana tudingan tim Prabowo-Sandi yang mempersoalkan status cawapres 01 Ma'ruf Amin sebagai dewan penasihat BNI syariah dan Bank Mandiri Syariah.   

"Anak perusahaan BUMN merupakan entitas hukum yang berbeda dengan BUMN induknya. Kecuali berdasarkan kriteria khusus dan dalam rangka penegakan UU Tindak Pidana Korupsi yang bersifat lex specialis," kata Riawan. 

Dia menjelaskan, kebijakan negara menempatkan anak perusahaan BUMN secara hukum terpisah secara struktural dari BUMN induk, namun, tetap menjadi bagian fungsional dari pencapaian tujuan ekonomi negara hanya dalam hal dipergunakannya kriteria khusus sebagaimana diatur pada Pasal 2A ayat 7 PP 72 Tahun 2016.

Pandangan Riawan, jika dikaitkan dengan Peraturan Menteri BUMN No. Per-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerja Sama BUMN pada Pasal 2 diatur pengertian dari kerja sama sebagai perikatan hukum antara BUMN dengan mitra untuk mencapai tujuan bersama. 

Pada Pasal 3 diatur yang dimaksud dengan mitra adalah pihak yang bekerja sama dengan BUMN yang terdiri dari anak perusahaan BUMN, perusahaan terafiliasi BUMN dan/atau pihak lain. 

Jadi, rangkaian pengaturan tersebut dapat disimpulkan bahwa status hukum anak perusahaan BUMN berbeda/terpisah dengan BUMN induknya.

"Karena anak perusahaan BUMN dapat diletakkan sebagai salah satu dari mitra yang melakukan kerja sama dengan BUMN disamping mitra yang lain yaitu perusahaan terafiliasi BUMN dan/atau pihak lain," katanya. 

Rekomendasi