Tidak sedikit peralatan mandi yang mengandung unsur plastik. Mulai dari gayung, ember, bak, hampir semua terbuat dari produk polimerisasi sintetis. Tengok, adakah perlengkapan mandi yang tidak dibungkus plastik? Sabun, pasta gigi, sampo, hingga krim pembersih wajah, kebanyakan dibungkus plastik.
Selesai mandi sebelum berangkat kerja, terkadang saya juga membantu ibu belanja sayuran. Warung tempat saya belanja namanya Warung Abil.
Di sana, saya belanja tidak jauh-jauh dari beras beberapa liter, paket sayur-sayuran untuk sop maupun sayur asem, telur, ikan-ikanan, cabe-bawang-tomat, dan penyedap rasa. Lagi-lagi, mau tidak mau, kembali bersinggungan dengan plastik. Dalam sehari, Abil (23) sang penjual sekaligus pemilik warung mengaku menghabiskan 100 kantong plastik setiap harinya.
"Itu belum termasuk plastik perapatan --pembungkus bahan sayuran lain--," kata Abil kepada era.id (24/6) lalu.
Saat ini, Abil sudah punya dua warung. Apabila dari satu warung saja ia menghabiskan 100 kantong plastik per hari, untuk dua warungnya, berarti sekitar 200 lembar plastik yang dia habiskan kepada pelanggan.
Jumlah itu baru dari warung ecer tradisional. Belum dari warung ecer (ritel) modern. Kalau di warung tradisional menghitung berapa banyak barang yang bakal dibungkus plastik, di warung ritel modern mungkin bakal sebaliknya, berapa banyak produk yang enggak ada plastiknya.
Karena kantor saya berhadap-hadapan dengan warung ritel modern. Acap kali di sela waktu kerja, saya menyambanginya. Sekadar untuk beli camilan atau minuman. Lagi-lagi, plastik itu dihadapkan kepada saya. Produk apa yang tidak ada plastiknya? Biskuit, roti, kacang-kacangan, coklat, produk minuman, hampir semuanya dibungkus rapi oleh plastik.
Yuli (21) salah seorang penjaga warung ritel modern di daerah Bojong, Bogor mengatakan, dalam sehari mereka biasanya membagikan kurang lebih 200 lembar kantong plastik kepada pelanggannya.
"Sekitar 200 lembar, itu buat yang ukuran besar dan kecil," katanya.
Bisa dibayangkan misalnya dalam satu desa ada 10 warung ritel baik tradisional maupun modern. Lalu asumsikan mereka rata-rata membagikan 100 kantong per hari. Apabila dikalikan dengan jumlah desa dan kelurahan yang ada di Indonesia yang mencapai 83.447, maka akan ada 83.447.000 lembar plastik yang tersebar di seantero Indonesia. Itu jumlah penggunaan plastik per hari.
Infografik ini dipersembahkan Ilham/era.id
Tingginya jumlah pemakaian kantong plastik atau plastik sekali pakai di Indonesia memang dahsyat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul Ketahanan Sosial menunjukan, cuma 8,7 persen orang yang selalu membawa tas belanja sendiri ketika berbelanja. Sementara 54,8 persennya mengaku tidak pernah membawa tas belanja sendiri. 26,5 persen bilang, kadang-kadang membawa tas belanjanya sendiri.
Masih banyak kebiasaan kita sehari-hari yang hampir selalu bersinggungan dari plastik. Salah satu kebiasaan yang lagi gandrung dan tidak bisa luput dari plastik yakni memesan makanan secara online atau dalam jaringan (daring).
Beberapa waktu lalu, saya coba menghitung berapa jumlah plastik yang saya dapatkan ketika membeli bakso lewat pesanan daring. Setelah saya sadari, ternyata jumlahnya cukup banyak. Mulai dari penutup mangkuk, bungkus saus sambal, bungkus tisu, sendok, sampai pembungkus kuahnya yang dipisah, semuanya menggunakan plastik.
Dari kebiasaan itu kita sudah bisa membayangkan dari mana asalnya 64 juta ton sampah plastik yang dihasilkan Indonesia per tahunnya. Mirisnya hanya 9-10 persen saja yang sanggup didaur ulang, selebihnya berakhir di tempat pembuangan akhir, di sungai, dan di laut, atau berada di perut hewan.
Untuk saat ini, Indonesia menempati posisi kedua negara paling banyak membuang sampah ke laut menurut penelitian Jambeck (2015) di bawah China. Menurut data terbaru BPS, jumlah sampah yang dibuang ke laut mencapai 3,2 juta ton.
Mulai dari bangun tidur, sampai mau tidur lagi, sulit rasanya apabila tidak bersinggungan dengan plastik. Apakah selamanya manusia tak bisa lepas dari plastik?
Infografik oleh Ilham/era.id