Satu jalur di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat telah ditutup Polisi sejak Selasa (25/6) malam. Sejumlah kendaraan yang hendak melalui Jalan Protokol ini dialihkan ke arah Jalan Medan Merdeka Selatan.
Dari Patung Kuda menuju Gedung Mahkamah Konstitusi dipasang dua lapis pembatas beton disambung degan kawat berduri, diletakkan di depan Gedung Kementerian Pertahanan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Aparat kepolisian sudah menyebar di sepanjang jalan untuk bersiaga.
Sementara, di depan Gedung MK dijaga ketat, mulai dari pemasangan kawat berduri serta anjing pelacak yang menyusuri jalanan.
Sebelum mobil komando datang, sambil menunggu arahan, beberapa anak di bawah umur yang ikut menjadi peserta aksi membentuk barisan, membentangkan spanduk bergambar wajah Rizieq Shihab dan Habib Bahar bin Smith, diiringi dengan nyanyian dari lagu bikinan mereka. Satu-dua orang tampak semangat bernyanyi hingga lompat-lompat.
Spanduk yang dibawa dalam aksi di sekitar gedung MK (Diah/era.id)
Anak-anak ini mengaku datang dari Tangerang ke Jakarta hanya untuk mengikuti aksi. Karena sedang musim libur sekolah, mereka diizinkan untuk ikut bergabung dengan peserta aksi.
Sekitar pukul 10.30 WIB, mobil komando tiba di depan Patung Kuda. Saat ini pihak kepolisian sedang melakukan dialog dengan massa aksi guna meminta kejelasan apa yang akan dilakukan oleh mereka, karena tak mengantongi izin.
"Hari ini adalah aksi damai. Kita ikuti semua prosedur dan kesepakatan kemarin dengan pihak kepolisian bahwa mobil komando bisa masuk jika massa di atas 500 orang. Kami minta kepada kepolisian untuk memenuhi janji," ujar koordinator lapangan Asep Syarifuddn di atas mobil komando, Rabu (26/6/2019).
Asep memerintahkan peserta aksi untuk bergeser ke bawah jembatan penyeberangan orang di depan Gedung Kementerian Pariwisata agar tidak mengganggu arus lalu lintas.
"Aksi ini adalah yang kedelapan sejak Jumat, 14 Juni 2019. Kami datang ke sini untuk megingatkan kepada MK untuk memutus perkara dengan seadil-adilnya," tutur Asep.
Kemarin, Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Tito Karnavian menyatakan, Polri melarang aksi unjuk rasa di sekitar Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, selama rapat permusyawaratan hakim untuk putusan sengketa Pemilihan Umum Presiden 2019.
Larangan tersebut mengingat aksi unjuk rasa serupa terjadi pada tanggal 21-22 Mei berakhir ricuh di depan Kantor Badan Pengawas pemilu RI, Jakarta. Karenanya, Tito tak ingin kejadian tersebut terulang lagi.
"Saya tidak ingin itu terulang kembali, kebaikan yang kami lakukan, diskresi saya tidak ingin lagi disalahgunakan. Untuk itu, saya larang semua unjuk rasa yang melanggar ketertiban publik," ujar Tito dilansir Antara, Selasa (25/6/2019).
Tito mengatakan, Polri sudah mendengar ada imbauan dari pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno agar massa pendukung tidak perlu hadir di MK.
Selain itu, Tito sudah menegaskan kepada jajaran Polda Metro Jaya dan intelijen untuk tidak memberikan izin unjuk rasa di depan MK, berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
"Di dalam Pasal 6 itu, ada lima yang tidak boleh, di antaranya tidak boleh mengganggu ketertiban umum, publik, dan tidak boleh menganggu hak asasi orang lain, serta harus menjaga kesatuan bangsa," ujar Tito.
Ia menekankan kepada jajaran kepolisian agar tetap waspada terhadap aksi unjuk rasa yang mengganggu ketertiban publik, serta berkoordinasi dengan pihak TNI menyiapkan kurang lebih 45.000 pasukan pengamanan di sekitar MK dan melakukan penutupan jalan untuk menghindari intervensi pihak luar.
"Kalau tetap melaksanakan unjuk rasa, sepanjang mengganggu kepentingan publik, kami akan bubarkan," ujar Tito.
Infografik oleh Ilham/era.id