Pada 21 Juni 2019, kamera CCTV menangkap keberadaan Idrus di Rumah Sakit (RS) MMC, Jakarta Selatan. Dalam rekaman CCTV tampak ketika seorang diduga kolega Idrus --entah pengawal, penasihat hukum, atau keluarga-- yang mendatangi seorang pengawal tahanan KPK bernama Marwan. Rekaman memperlihatkan Marwan menerima uang dalam pecahan Rp100 ribu.
"Transaksi ini yang menjadi penyebab utama terjadinya maladministrasi saat pengawalan izin berobat Idrus Marham," ungkap Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta, Teguh P. Nugroho di Kantor Ombudsman Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Menurut Ombudsman, ada maladministrasi dalam kunjungan Idrus ke RS MMC. Izin keluar dan pengawalan yang diberikan kepada Idrus adalah contohnya. Selain itu, ada enam pelanggaran lain dalam kunjungan Idrus ke RS MMC, yakni empat pelanggaran terkait kompetensi dan dua pelanggaran menyangkut pengabaian kewajiban hukum.
Tidak adanya pengawalan yang ketat dan melekat yang memungkinkan Idrus berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya juga jadi pelanggaran yang dicatat Ombudsman. Selain itu, penandatanganan surat izin serta tidak melekatnya rompi dan borgol di tubuh dan tangan Idrus juga jadi catatan Ombudsman, selain tentu saja pengunaan telepon genggam oleh Idrus.
Gaji kecil pengawal KPK?
Terkait temuan ini, muncul kemudian kabar bahwa para petugas nekat menerima uang lantaran kecilnya gaji yang mereka terima sebagai pengawal tahanan KPK. Bukan apa-apa. Bayangkan, menurut kabar, suap yang diberikan kolega Idrus kepada petugas pengawal KPK itu diduga hanya berjumlah Rp300 ribu.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif menampik kabar itu. Menurutnya, para pengawal KPK telah menerima gaji dengan nilai yang layak. Lagipula, menurut Laode, seharusnya tak ada alasan apapun yang membenarkan suap. "Gaji pengawal tahanan kan mereka itu pegawai tidak tetap, gajinya kalau enggak salah sekitar Rp5 jutaan," kata Syarif kepada wartawan di Jakarta.
Menurut Laode, KPK telah memberhentikan pengawal bernama Marwan itu dengan status tidak hormat. Pemberhentian dilakukan setelah pengawas internal KPK melakukan pemeriksaan. Dalam pemeriksaan itu, terbukti bahwa Idrus dibiarkan bebas selama dua jam lebih usai pemeriksaan di RS MMC.
"Dia kelihatannya menerima uang dari apakah itu kerabat, atau apakah itu teman, atau penasihat hukum. Saya enggak tahu persis yang ada di dalam video itu, tapi kami sudah lihat. Sepertinya, setelah kami periksa, (jumlah uang) sekitar Rp300 ribu kelihatan di CCTV Rumah Sakit MMC ... Mungkin itu uang makan atau uang kopi atau apa gitu. Tapi itu tidak boleh pengawal tahanan KPK," jelas Syarif.
Perbaikan sistem pengawalan
Terkait kasus ini, KPK berjanji akan membenahi sistem pengawalan tahanan. Salah satu yang disoroti adalah soal pengawal tahanan yang hanya berjumlah satu ketika mengawal tersangka atau terdakwa maupun terpidana saat izin berobat ke luar Rutan KPK.
"Jadi, mulai sekarang, semua tahanan yang melakukan, baik itu pergi ke pengadilan maupun itu pergi ke berobat, tidak akan dikawal oleh satu orang. Nantinya akan dikawal lebih dari satu," tutur Syarif.
Dia tak menampik pengawal tahanan yang ada di lembaga antirasuah ini jumlahnya terbatas. Maka, untuk menyiasati hal tersebut, KPK bakal meminta pengawal tambahan dari pihak kepolisian. "Kami pimpinan ingin bersurat kepada Polri untuk minta tambahan petugas," ujarnya.
Syarif menegaskan pihaknya belum mengetahui apakah bakal memperkarakan kasus ini ke kepolisian. Tapi, yang jelas pembicaraan lebih lanjut terkait kasus ini masih terus terjadi di level pimpinan lembaga antirasuah tersebut.
"Apakah penghukuman dengan (pemecatan) itu belum cukup, kita lagi lihat dan sebenarnya sedang kita bicarakan di tingkat pimpinan," ungkapnya.