Aulia mengaku telah berkali-kali berusaha membunuh Edi. Segala cara pernah ia coba. Mulai dari santet sampai mencari senjata api. Saat itu, Aulia meminta bantuan santet kepada suami mantan asisten rumah tangganya berinisial RD. Meski telah menyerahkan bayaran sebesar Rp40 juta, santet yang ia rencanakan tak berhasil menghabisi nyawa Edi dan Dana.
Rencana selanjutnya adalah senjata api. Aulia kembali meminta bantuan RD mencarikan senjata api beserta eksekutornya. Rencana itu kembali gagal karena Aulia tak mampu membeli senjata api seharga Rp50 juta. Aulia kemudian memutuskan membunuh Edi dan Dana dengan racun. Ia bahkan mencoba menghilangkan jejak dengan memasukkan tubuh Edi dan Dana ke mobil, lalu membakar dan menjatuhkan mobil itu ke jurang.
"Kita itu, ya mungkin karena terlalu banyak nonton film, sinetron, atau bagaimana. Jadi, kita tadinya berpikirnya begini lho. Kita tidak menyangka akan meledak seperti itu, lho. Sampai luka bakar kan. Jadi, intinya kita pengin-nya apinya cuma kecil, nyala, setelah itu mobilnya didorong ke jurang, gitu," tutur Aulia di hadapan media di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (3/9).
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono menyatakan, pemeriksaan kejiwaan akan segera dilakukan untuk memenuhi kebutuhan penyidikan. "Tentunya memang dibutuhkan penyidik, akan kami lakukan segera ya, untuk pemeriksaan psikologi AK," ungkap Argo ditulis Antara.
Aulia mengaku menyesal meski ia sempat mengungkap rasa lega usai membunuh Edi dan Dana. Aulia berpikir, membunuh Dana adalah jalan keluar dari permasalahannya. "Maksudnya lega itu, iya saya sempat mengucapkan Alhamdulillah dalam hati. Akhirnya, saya lepas dari utang yang benar-benar menghimpit saya, yakni Rp 200 juta per bulan," tutur Aulia.
Tekanan utang
Menurut pengakuan perempuan berusia 45 tahun ini, tekanan utang jadi motif terkuat kenapa ia menghabisi nyawa suami dan anak tirinya sendiri. Aulia bercerita memiliki utang Rp10 miliar dari investasi restoran. Dengan menghabisi nyawa Edi dan Dana, Aulia berharap bank akan menyita rumahnya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
"Saya pikirannya waktu itu simpel saja. Dengan Pak Edi enggak ada (meninggal), Dana enggak ada, rumah itu bisa disita bank dan sisanya (uang) juga enggak banyak ... Setelah itu, saya bisa hidup damai dengan Rena (anak Edi dan Aulia)," kata Aulia.
Sebelum membunuh Edi dan Dana, Aulia stres. Ia bahkan mengaku sempat berencana bunuh diri. Menurutnya, beban yang ia pikul teramat berat. Aulia bercerita, untuk melunasi utangnya, ia harus membayar cicilan sebesar Rp200 juta per bulan. Tekanan itu telah sering Aulia sampaikan kepada Edi. Namun, menurutnya, Edi menolak terlibat dalam permasalahan utang tersebut.
Aulia juga sempat meminta Edi menjual rumahnya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Menurut rencana Aulia, uang hasil penjualan rumah itu akan ia gunakan untuk membayar utang. Namun, Edi juga menolak rencana itu. Aulia mengaku sakit hati. Ia kemudian merencanakan pembunuhan. Dalam pembunuhan yang dilakukan, Aulia turut melibatkan anak kandungnya, KV dan dua pembunuh bayaran, S dan A.
Skenario lengkap pembunuhan
Sebagaimana dijelaskan di atas, rencana pembunuhan terhadap Edi dan Dana telah dilakukan dalam berbagai skenario --dari santet hingga senjata api, sebelum akhirnya racun yang jadi penutup jalan hidup Edi dan Dana. Segala rencana pembunuhan itu digagas Aulia sejak Juli 2019. Sebagaimana dua rencana sebelumnya, RD berperan menjembatani Aulia dan pembunuhan.
Dua pembunuh bayaran yang disewa Aulia, S dan A ditemukan oleh RD. Keduanya berdomisili di Lampung dan profesi sebagai buruh tani. Awalnya, Aulia meminta S dan A untuk membantunya bersih-bersih gudang di rumahnya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Namun, ketika keduanya sampai di Jakarta, Aulia menjanjikan bayaran Rp200 juta kepada S dan A untuk menghabisi nyawa Edi dan Dana.
"Pertama ditelepon untuk mengerjakan bersih-bersih gudang. Ternyata sampai sini (Jakarta) perencanaan berubah," ungkap Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Suyudi Ario Seto, ditulis Kompas (3/9).
"Yang dijanjikan saudara Aulia Rp200 juta untuk masing-masing, S dan A. Aulia baru memberikan Rp10 juta (kepada A dan S) untuk pulang ke Lampung (setelah Edi dan Dana dibunuh)," tambah Suyudi.
Pupung dan Dana diracun pada 23 Agustus 2019 dengan obat jenis Vandres, asupan yang biasa dikonsumsi penderita insomnia. Obat itu dibeli Aulia di apotek di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Setelah membeli obat itu, Aulia kembali ke rumahnya di Lebak Bulus bersama anaknya KV beserta S dan A. Aulia kemudian mencampur 30 butir Vandres ke dalam tiga minuman, yakni jus tomat untuk Edi dan Dana serta wiski untuk Dana.
Jus tomat itu kemudian diberikan Aulia kepada Edi. Sementara, jus tomat untuk Dana diletakkan Aulia di dalam kulkas. Menurut keterangan, Edi dan Dana memiliki kebiasaan mengonsumsi jus tomat setiap hari. "Dia sudah mencampur dulu obat tidur Vandres yang sudah digerus ke dalam tiga mug. Satu jus tomat untuk ED, satu jus tomat untuk DN, dan satu dicampur dalam minuman keras (miras)," ungkap Suyudi.
Bagi Dana, usai mengonsumsi jus tomat, ia menuju kamar KV. Di sana, Dana kembali terpapar obat tidur yang ada di dalam wiski. Saat Edi dan Dana terlelap, keduanya dibekap dengan kain oleh Aulia, KV, S dan A.
"S memegang perutnya (Edi), A memegang kaki, AK membekap di mulutnya. Korban sempat memberontak dan mencakar lengan sebelah kanan AK. Korban diduga meninggal di kamarnya saat dibekap ... AK memegang tangan (Dana), S memegang perut, dan A memegang kaki. Sementara, KV membekap mulutnya. Korban pun diduga meninggal di lokasi," tutur Suyudi.
Aulia kemudian menyusun skenario kebakaran untuk menimbulkan kesan kedua korban tewas akibat kebakaran. Caranya, Aulia meletakkan tiga obat nyamuk di tempat berbeda: kamar Edi, kamar Dana, dan garasi. Menurut perhitungannya, obat nyamuk itu akan membakar seisi rumah 12 jam setelah dinyalakan atau Sabtu (24/8) sekitar pukul 07.00 WIB. Saat itu, jasad Edi dan Dana diikat dengan sumbu kompor dan diletakkan di garasi.
"Perencanaan berikutnya adalah membakar rumah seolah-olah meninggal karena terbakar. Dibuatlah tiga komponen pembakar dengan obat nyamuk spiral dan diletakkan kain yang sudah disiram bensin di samping obat nyamuk ... Namun saat obat nyamuk dibakar, S berubah pikiran, timbul ketidaktegaan. Obat nyamuk di garasi dan di kamar ED dimatikan dengan cara diludahi," kata Suyudi.
Rencana Aulia mengecoh lewat kebakaran sejatinya hampir berhasil. Kebakaran benar terjadi dan dikonfirmasi para tetangga yang kemudian memanggil pemadam kebakaran. Namun, empat mobil pemadam berhasil menggagalkan upaya pengecohan yang dilakukan Aulia. Jasad Edi dan Dana selanjutnya dibawa oleh Aulia dan KV ke Sukabumi, Jawa Barat pada 25 Agustus. Aulia kembali menyusun rencana menghilangkan jejak.
Dalam perjalanan menuju Sukabumi, Aulia dan KV membeli delapan botol Pertalite di sebuah SPBU di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Menurut rencana, mobil berisi jasad korban akan diparkir di pinggir jurang di kawasan Sukabumi. Dalam skenario para pelaku, mobil itu nantinya akan dibakar dan dijatuhkan ke jurang untuk menimbulkan kesan kecelakaan.
Namun, rencana itu gagal karena KV turut menderita luka bakar saat berusaha membakar kedua jenazah di dalam mobil saat mereka tiba di Sukabumi. "KV diperintahkan untuk membakar mobil yang berisi korban dan mobil sudah mengarah ke jurang. Jadi, seolah-olah terbakar karena masuk jurang. Setelah membakar menggunakan 8 botol pertalite, saat itu KV masih dalam kemudi, mobil pun meledak dan mengenai KV," kata Suyudi.
Usai kegagalan itu, Aulia memutuskan membawa KV ke rumah sakit. Menyadari aksinya di Sukabumi dapat tercium, Aulia membawa KV ke Rumah Sakit Pusat Pertamina di Jakarta Selatan. "Mereka (Aulia dan KV) melarikan diri dan (mobil yang membawa kedua jenazah) belum masuk ke jurang. Tadinya KV mau berobat di Sukabumi tapi langsung berobat ke Jakarta karena takut ketahuan," ungkap Suyudi.
Tak lama, polisi langsung menangkap Aulia, KV, S dan A pada 28 Agustus 2018. Keempat pelaku dijerat dengan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau minimal 20 tahun. Selain empat pelaku, polisi juga terus mendalami kasus untuk mengungkap keterlibatan pelaku lain.