Buntutnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, bersama dua komisioner lainnya, Laode M Syarif dan Saut Situmorang, menyerahkan mandat pengelolaan KPK mereka kepada Presiden Joko Widodo.
Setelah ini, mereka menunggu perintah lanjutan terkait jabatan mereka yang akan habis pada Desember 2019, sambil meminta Presiden Jokowi membuka diskusi tentang revisi UU KPK.
"Mudah-mudahan kami diajak bicara Bapak Presiden untuk menjelaskan kegelisahan seluruh pegawai kami dan isu-isu yang sampai hari ini kami tidak bisa menjawab," kata Agus di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (13/9).
Tiga pimpinan KPK menyerahkan mandatnya kepada Presiden Joko Widodo (Wardhany/era.id)
Ini dianggap serius oleh berbagai kalangan. Misalnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menganggap pengembalian mandat itu merupakan hal yang wajar di tengah pelemahan KPK.
Apalagi, ICW tidak melihat peran presiden menyelamatkan KPK. Sebab, banyak kasus yang selama ini masih belum terselesaikan terkait KPK, di antaranya penyiraman air keras Novel Baswedan.
"Kita pandang 3 komisioner KPK yang mengembalikan pengelolaan ke presiden itu sebagai tindakan yang wajar, di tengah pelemahan KPK yang luar biasa dilakukan pemerintah dan DPR," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dilansir detikcom, di sebuah diskusi di kawasan Jakarta Selatan, Minggu (15/9).
Hal yang sama juga dilihat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Mahfud menilai, perlu ada dialog antara Jokowi dan pimpinan KPK untuk mencari jalan tengah atas polemik yang sedang dihadapi KPK.
"Apa salahnya dipanggil kan mereka mengatakan, 'saya kok tak pernah diajak bicara tentang nasib KPK'. Nah sekarang waktunya mereka diajak bicara dalam situasi seperti ini. Saya kira presiden cukup bijaksana untuk mengundang mereka," kata Mahfud dilansir Antara, Minggu (15/9).
Namun, soal penyerahan mandat, Mahfud mengatakan, hal itu tidak berarti apa-apa. Sebab, mereka bukanlah mandataris presiden. Dia menerangkan, dalam ilmu hukum, mandataris adalah orang yang diberikan mandat oleh pejabat tertentu, tetapi yang bertanggung jawab adalah pemberi mandat. Sehingga, yang diberi tugas disebut mandataris.
Adapun KPK, bukan mandataris siapapun. Lembaga itu independen kendati berada di lingkaran kepengurusan eksekutif, namun bukan di bawah presiden.
"Sebelum 2002, presiden adalah mandataris MPR. Presiden diberi mandat dan yang bertanggung jawab MPR. Nah, KPK itu bukan mandataris presiden sehingga tak ada istilah hukum mandat kok dikembalikan," kata dia.
Sambungnya, Pasal 32 Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002, dijelaskan, orang yang mengembalikan mandat karena pensiun, meninggal dunia, atau karena mengundurkan diri.
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK oleh pimpinan lembaga antirasuah itu kepada Presiden justru bisa menjadi jebakan.
Menurut Yusril penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden tidak dikenal dalam undang-undang. Presiden justru bisa melanggar konstitusi jika menerima mandat dan mengelola lembaga superbody tersebut.
"Presiden tidak berwenang mengelola KPK. Presiden justru dapat dianggap melanggar konstitusi jika menjadi pengelola KPK," kata Yusril dilansir Antara, Minggu (15/9).
Yusril menjelaskan, KPK bersifat operasional dalam menegakkan hukum di bidang tindak pidana korupsi. Sama halnya dengan polisi dan jaksa. Karenanya, Presiden tidak mungkin bertindak secara langsung dan operasional dalam menegakkan hukum.
Dia menambahkan, tata cara pengelolaan KPK telah diatur dengan rinci dalam UU KPK. Sementara tidak ada satu pasal pun dalam UUD 1945 yang mengatur tentang KPK. "Komisioner KPK bukanlah mandataris Presiden," kata Yusril.
Pasal 32 UU KPK menyatakan bahwa komisioner diberhentikan dari jabatannya karena masa jabatannya telah berakhir. Selain itu, masa jabatan komisioner berakhir jika mereka mengundurkan diri atau meninggal dunia sebelum masa jabatannya berakhir.
"Di luar itu tidak ada mekanisme lain bagi komisioner untuk mengakhiri jabatannya," ujar Yusril.
Hingga saat ini, Presiden Jokowi belum menanggapi penyerahan mandat dari pimpinan KPK. Namun, dalam wawancara dengan Metro TV dalam acara Primetime News, Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, belum ada agenda pertemuan pimpinan KPK dan Presiden Jokowi.
"Yang pasti, sampai hari ini, tidak ada agenda yang dijadwalkan oleh Bapak Presiden," kata Ngabalin, Minggu (15/9).