Saat membuka rapat paripurna, Wakil Ketua DPR, Fahri Hamza selaku pimpinan rapat paripurna menyebutkan jumlah anggota yang hadir berdasarkan data sekretariat jendral DPR RI. “Rapat pada hari ini telah ditandtangani dan dihadiri 288 anggota. Oleh karena itu berdasarkan tata tertib DPR RI dpr kuorum telah tercapai,” dalam ruang rapat paripurna, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Namun, berdasarkan hitung kepala (headcount) jumlah anggota DPR yang hadir hanya berjumlah 108 orang. Jumlah ini, memiliki selisih yang jauh dengan jumlah yang dibacakan Fahri Hamzah.
Kemudian, Fahri membacakan surat yang dikirim Presiden Jokowi tertanggal 24 September, perihal penundaan rapat paripurna pengesahan RUU Pemasyarakatan.
“Sehubungan dengan itu kami mohon persetujuan sebelum mendengarkan laporan Komisi III terhadap hasil pembicaraan tingkat I tentang RUU Pemasyarakatan. Kami mengusulkan agar diadakan forum lobi untuk mendengar pandangan pemenerintah dan memutuskan jadwal selanjutnya. Apakah dapat disetujui?,” tanya Fahri yang kemudian diamini semua anggota.
Jelang waktu istirahat siang, Fahri menghentikan rapat sementara untuk menggelar lobi-lobi di ruang belakang rapat paripurna. Berdasarkan pantauan era.id, lobi yang dilakukan DPR berlangsung selama 15 menit dan rapat dibuka kembali pukul 12.19 WIB.
Usai lobi, Wakil Ketua Komisi III Erma Suryani Ranik menyampaikan laporan terhadap pembahasan hingga keputusan tingkat I terkait RUU PAS. Erma menyebutkan, pihaknya setuju dengan penundaan pengesahan RUU PAS.
“Mendengar laporan Bu Erma kita sangat terkesan, terharu dan hadir kembali lah akal sehat di ruang publik kita ini. Sebab yang terdengar yang jalan-jalan ke mal itu, saya enggak tahu juga siapa yang buat karangan jalan-jalan di mal didapimpingi, bisa cuti dan sebagainya,” ucap Fahri.
Di akhir rapat, Fahri kembali meminta persetujuan anggota dewan, pemerintah, dan fraksi-fraksi terkait dengan prosedur pengesahan RUU PAS sesuai dengan tata tertib.
“Saya juga mengulangi kembali bahwa untuk sampai paripurna tingkat I di komisi masing-masing atau pansus, telah melalui jalan yang panjang dan berliku. Tetapi tadi ada lobi yang mengusulkan agar kita menunda pengambilan keputusan terhadap rancangan UU ini, atau menunda RUU tentang Pemasyarakatan itu. Itulah usulnya yang tadi diterima. Karena itu saya tanya kepada seluruh anggota paripurna DPR . Apakah kita dapat menyetujui usulan penundaan itu?,” tanya Fahri.
Semua yang hadir di dalam rapat paripurna siang ini menyetujui RUU PAS untuk ditunda pengesahannya. Namun, sayangnya tidak diungkap secara jelas, hingga kapan penundaan itu dilakukan.
“Baik, sudah diketok. Karena itu selanjutnya bapak Menkumhan untuk tidak menyampaikan lagi, karena tadi surat presiden sudah kita bahas di rapat lobi” ucap Fahri.
Seperti diketahui, RUU PAS menjadi salah satu RUU yang mendapat penolakan keras dari publik. Tidak hanya UU KPK hasil revisi yang dianggap menguntungkan koruptor, melalui RUU ini DPR dinilai sedang menggelontorkan cara lain untuk memberikan kesejahteraan bagi narapidana korupsi.
Lewat Revisi Undang-undang Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan atau RUU PAS, DPR ingin memberikan keringanan kepada narapidana korupsi yang sedang menjalani masa tahanan. Hal itu bisa dilihat dalam penerapan Pasal 9 dan 10 RUU PAS dengan frasa memberikan hak rekreasi dan cuti bersyarat kepada napi. Bila diterjemahkan, maka semua narapidana tanpa ada pengecualian termasuk napi koruptor.
Direktur Eksekutif ICJR Anggara menjelaskan, kalau frasa cuti dan rekreasi dalam pasal itu bisa saja disalah gunakan. Belum lagi DPR yang tidak menjelaskan secara detail turunan pasal bagi warga binaan di rumah tahanan.
“Tapi problem-nya kan mekanisme pengawasannya yang belum jelas. Itu nanti dapat dimanfaatkan secara tidak bertanggungjawab oleh banyak orang. Terutama orang-orang yang punya power politik ekonomi,” ucapnya, saat dihubungi era.id, di Jakarta, Jumat (20/9).