Dear Pemerintah, Responsiflah Terhadap Korban Tewas Demo Ricuh DPR

| 11 Oct 2019 09:25
<i>Dear</i> Pemerintah, Responsiflah Terhadap Korban Tewas Demo Ricuh DPR
Aksi demonstrasi di sekitar gedung DPR menolak UU KPK dan RUU KHUP (24/9) (Mery/era.id)
Jakarta, era.id - Akbar Alamsyah remaja yang mengalami luka parah hingga kritis, Kamis sore dinyatakan meninggal dunia. Akbar merupakan korban kerusuhan di sekitar gedung DPR pada 25 September. 

Dia sempat dikabarkan hilang setelah kerusuhan itu. Keberadaannya baru diketahui pada 28 September dalam kondisi koma di rumah sakit. Berhari-hari dia koma dan akhirnya mengembuskan nafas terakhir, kemarin.

Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin mengatakan, Presiden Joko Widodo harus turun langsung melihat korban-korban yang gugur saat aksi unjuk rasa tentang penolakan RUU kontroversial. Dia juga berharap, pemerintah mendengarkan tuntutan pedemo itu dalam membuat kebijakan.

"Pemerintah harus responsif terhadap tuntutan rakyat. Pemerintah itu kan ada untuk kepentingan rakyat. Bukan untuk kepentingan elite. Karena itu, pemerintah jangan membuat kebijakan yang berlawanan dengan kehendak rakyat," ujar Ujang, ketika dihubungi era.id, di Jakarta, Jumat (11/10/2019).

Di sisi lain, Ujang mengingatkan pemerintah boleh bertindak represif terhadap para peserta demonstran. Karena peserta aksi itu sedang menyampaikan aspirasi dan tuntutannya yang diperbolehkan Undang-Undang.

"Harusnya negara menjamin hak-hak mereka. Harus melindungi mereka. Negara jangan jadi Leviathan. Kata Thomas Hobbes, Leviathan itu sejenis monster besar yang bengis dan kejam yang menindas rakyatnya. Negara harus melayani masyarakat," tuturnya.

Ilustrasi (Pixabay)

Akbar Alamsyah sempat koma selama dua minggu sebelum akhirnya dinyatakan meninggal pada Kamis (10/10) sore. Dia diduga jadi korban kekerasan saat peristiwa demonstrasi 25 September.

Dilansir Antara, Akbar sempat pamit ke neneknya untuk menonton aksi demonstrasi itu di kawasan Slipi. Dia berangkat bersama dua orang temannya pukul 23.00 WIB dari rumah sang nenek.

Ibu Akbar, Rosminah sempat berpesan agar Akbar tak keluar rumah lantaran situasi yang masih belum kondusif saat itu. Namun, dia dapat kabar kalau Akbar tetap pergi dari rumah. Rosminah pun datang ke rumah orangtuanya untuk menunggu kepulangan anaknya itu. Tapi, hingga Jumat 27 September, Akbar tak kunjung pulang.

Kemudian, Rosminah berinisiatif menanyakan keberadaan Akbar ke Polda Metro Jaya. Namun, Akbar tak ditemukan di sana. Dia juga mencari Akbar ke Polres Jakarta Barat sesuai saran dari Polda Metro Jaya. 

Rosminah berhasil menemukan kabar anaknya di sana, namun belum dapat bertemu secara langsung. Dia lalu menitipkan makanan untuk Akbar kepada polisi yang berjaga dan kembali ke rumah. Saat itu, Rosminah beranggapan Akbar berada di dalam Polres Jakarta Barat.

Namun sesampainya di rumah, Rosminah mendapat kabar bahwa anaknya dirawat di Rumah Sakit Pelni bukan berada di Polres Jakarta Barat. Sesampainya di RS Pelni, Rosminah diberitahukan Akbar telah menjalani operasi tulang kepala yang patah. 

Akbar sempat dipindahkan ke RS Polri Kramat jati, dan terakhir ke RSPAD Gatot Subroto untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik. Ketersediaan alat dan perlengkapan yang lengkap di sana, menjadi pertimbangan dipindahnya Akbar yang saat itu masih dalam keadaan kritis.

Aksi demonstrasi di sekitar gedung DPR menolak UU KPK dan RUU KHUP (24/9) (era.id)

Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) turut memantau kondisi Akbar. Hasil pementauannya, KontraS menilai kondisi ginjal Akbar bermasalah. Ini yang membuat Akbar harus menjalani proses cuci darah atau hemodialisis. 

Ketua YLBHI Muhammad Isnur mencurigai ada yang disembunyikan oleh kepolisian lantaran proses investigasi terhadap Akbar tampak tertutup. Isnur menduga Akbar mendapati kekerasan yang brutal hingga mendapatkan luka seperti itu.

Sementara, Polisi mengklaim luka berat yang diderita Akbar Alamsyah, akibat terjatuh saat melompati pagar untuk menghindari kerusuhan.

Sebelum Akbar, Maulana Suryadi (23), yang terlibat dalam aksi demonstrasi 25 September, dikabarkan tewas. Polisi menyebutnya dia adalah perusuh di aksi itu dan tewas karena sesak nafas. Namun, saat dimakamkan, jenazahnya terus mengeluarkan darah dari telinga.

Berdasarkan catatan Polda Metro Jaya, ada 254 mahasiswa yang sempat dirawat di beberapa rumah sakit karena kericuhan ini. Di kantornya di Jakarta, Rabu (25/9), Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono mengatakan 11 di antaranya dirawat inap.

Rekomendasi