Penyerangan Wiranto dan Pengamanan yang Dipertanyakan

| 11 Oct 2019 09:51
Penyerangan Wiranto dan Pengamanan yang Dipertanyakan
Menko Polhukam Wiranto beberapa detik sebelum penyerangan terjadi (Foto: istimewa)
Jakarta, era.id - Menko Polhukam Wiranto diserang. Dia menderita luka pada bagian perut dan mesti menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto.

Pelaku bernama Syahril Alamsyah (31) alias Abu Rara juga turut menyerang tiga orang lainnya. Ketiganya pun tersungkur dengan luka tusuk. Mereka adalah Kapolsek Menes Kompol Dariyanto, ajudan Witanto bernama Fuad, dan seorang warga sekitar.

Penyerangan itu bermula saat Wiranto tengah berkunjung ke wilayah Menes, Pandeglang, Banten, guna memenuhi undangan dalam rangka memberikan kuliah umum dihadapan kurang lebih 1.000 mahasiswa, pada Kamis (10/10).

Setibanya di alun-alun Menes dengan menggunakan helikopter, Wiranto yang harus melanjutkan perjalan melalui jalur darat itu disambut oleh warga sekitar untuk sekadar bersalaman.

Syahril memanfaatkan momen itu untuk menyerang Wiranto dengan menggunakan kunai (sebelumnya polisi menyebutnya gunting). Serangannya kena perut Wiranto. Sontak, suasana pun menjadi ramai dengan teriakan masyarakat sekitar yang terkejut dengan insiden itu.

Sementara, petugas keamanan yang ada di lokasi langsung menangkaap Syahril. Meski pria asal Medan itu beraksi seorang diri, namun petugas juga mengamankan seorang wanita yang bernama Fitri Andriana (21) dan diketahui merupakan istri dari Syahril.

Syahril Alamsyah (31) alias Abu Rara (Foto: Istimewa)

Terpapar ISIS

Usia ditangkap, pasangan suami istri itu langsung digelandang ke Polda Banten guna menjalani serangkaian pemeriksaan. Sementara, keduanya disebut merupakan orang yang terpapar paham radikal terorisme dan merupakan kelompok Jemaah Anshorut Daulah (JAD). JAD diduga cabang ISIS yang berada di Indonesia.

"Diduga pelaku terpapar radikal ISIS. Nanti akan di dalami apakah pelaku terhubung dengan jaringan JAD Cirebon atau JAD Sumatera," ucap Karo Penmas DivHumas Polri Brigjen Po Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Kamis (10/10/2019).

Selain itu, dari pemeriksaan sementara, penyerangan ini sudah direncanakan pelaku. Syahril memang sengaja menyasar pejabat publik dan kepolisian untuk jadi target dalam aksi terornya.

"Kalau misalnya radikal ISIS itu pelaku akan menyerang pejabat publik, terutama kepolisian. Karena aparat kepolisian dan pejabat publik yang setiap saat melakukan penegakan hukum terhadap kelompok tersebut," ungkap Dedi.

Bahkan, mereka juga disebut-sebut sebagai anggota JAD Bekasi yang tengah diburu oleh Densus 88 Antiteror. Syahril dan istri juga dikatakan menjadi anak buah dari kelompok yang dipimpin oleh Fazri alias Abu Zee.

Pada September lalu, Detasemen Khusus 88 menangkap Abu Zee bersama sembilan orang di wilayah Bekasi, Jakarta, dan Jawa Barat. Polisi menangkap Abu Zee di rumahnya, di kawasan Tambun, Bekasi, Jawa Barat.

Menko Polhukam Wiranto saat penyerangan terjadi (Foto: istimewa)

Kepala BIN Budi Gunawan mengatakan, intelijen sudah memantau pelaku penusukan Wiranto sejak tiga bulan lalu.  Budi mengatakan Syahrial Alamsyah alias Abu Rara kerap berpindah-pindah tempat tinggal. Terakhir pelaku pindah ke Pandeglang setelah cerai dari istri pertamanya.

Budi menegaskan, peristiwa penusukan terhadap Wiranto erat kaitannya dengan lima orang yang ditangkap di Bekasi. 

"Dari awal sebenarnya sudah deteksi dari kelompok JAD juga ingin mengganggu stabilitas dengan melakukan amaliyah, termasuk saudara Abu Rara ini," ucap Budi.

Bantah kecolongan

Dengan adanya penyerangan terhadap Wiranto, banyak anggapan bermunculan yang menyebut Polri gagal dan kecolongan dalam pengamanan terhadap pejabat negeri ini. Sebab pengamanan yang seharusnya dilakukan difungsikan untuk mencegah hal-hal seperti penyerangan terjadi atau menjaga keselamatan pejabat negara itu sendiri.

Hal itu dibantah dengan tegas polisi. Mereka mengklaim tak ada istilah kecolongan atas insiden itu. Sebab, dalam pengaman itu telah disebut sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.

"Interaksi pejabat publik dengan masyarakat itu seperti itu, bersalaman, disapa, itu hal yang biasa. Barikade untuk pengamanan kan tetap melekat, ada pamkat-nya (pengamanan melekat) dekat sama beliau panwal (pengamanan dan pengawalan) juga ada semua," kata Karo Penmas DivHumas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Kamis (10/10/2019).

"Jadi prosedur pengawalan dan pengamanan pejabat publik sudah ada pengamanan melekat yang istilahnya protektor pejabat tersebut," sambungnya.

Sementara Presiden RI Joko Widodo memerintahkan Kapolri, BIN, dan TNI untuk mengusut tuntas kasus penusukan yang menimpa salah satu menterinya. 

"Tadi saya perintahkan juga kepada Kapolri, KaBIN, didukung oleh TNI untuk mengusut tuntas dan tindak tegas pelaku dan seluruh jaringan yang terkait peristiwa ini," kata Jokowi.

Jokowi juga memerintahkan pengamanan pejabat diterapkan dengan baik. Apalagi, banyak pejabat menteri di kabinet Jokowi yang tak mau diberi pengawalan. 

"Ketika kejadian (Wiranto ditusuk), kebetulan saya sedang dengan Presiden dan Pak Mensesneg (Pratikno), Presiden langsung memberikan arahan agar semua pejabat sekarang ini dalam kondisi seperti ini untuk dilakukan pengamanan dasar," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

Rekomendasi