"Kita tahu persis, informasi palsu adalah musuh bagi kebebasan informasi dan hama bagi demokrasi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah lewat keterangan tertulisnya, Kamis (10/10/2019).
Dalam acara itu, Arteria menyampaikan beberapa tudingan kepada lembaga antirasuah tersebut, salah satunya adalah KPK tak pernah membuat laporan tahunan.
"Enggak pernah dikerjakan Prof, saya di DPR saya yang tahu," kata Arteria kepada ekonom Emil Salim yang juga hadir sebagai pembicara dalam acara itu. Suara Arteria meninggi sambil dia menunjuk wajah Emil.
Febri mengklarifikasi pernyataan Arteria. Kata dia, setiap tahun KPK selalu menyampaikan laporan kinerja mereka kepada DPR, Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan masyarakat. Tak hanya itu, KPK bahkan kerap mengundang pejabat pemerintah dan lembaga swadaya.
Bahkan, saat KPK meluncurkan laporan tahunan 2017 pada bulan Maret 2018, Arteria Dahlan juga datang ke acara tersebut. Saat itu, Arteria duduk dan menyimak pemaparan dari Ketua KPK Agus Rahardjo tentang kinerja lembaga yang dipimpinnya itu yang digelar di Gedung Penunjang KPK.
Tak hanya itu, Arteria juga pernah datang saat acara buka bersama KPK dengan sejumlah petinggi negara lainnya di Gedung Merah Putih KPK pada bulan Mei 2018. Saat itu, dilihat era.id dia tampak menggunakan baju koko berwarna putih dengan peci hitamnya.
Arteria Dahlan saat berkunjung ke KPK (Wardhany/era.id)
Kembali ke soal laporan tahunan KPK, menurut Febri ini dipublikasikan melalui website mereka dan bisa diakses di https://www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan.
Di tahun 2018, kata Febri, laporan tahunan dibuat dengan menggunakan format grafis dibandingkan hanya pemaparan biasa dengan tabel-tabel data. Tujuannya, agar laporan ini bisa dipahami dengan mudah.
"Laporan ini berisi tentang kinerja KPK secara keseluruhan. Di dalamnya terdapat hasil-hasil kerja KPK yang terdiri dari hasil monitoring, supervisi, koordinasi, penindakan, dan pencegahan," jelas Febri.
Selain soal laporan tahunan, Febri juga mengklarifikasi adanya tudingan yang menyebut barang sitaan tak dimasukkan ke dalam kas negara. Menurutnya, tudingan ini muncul karena ketidakmampuan membedakan antara barang rampasan dan barang sitaan.
Febri ini menjelaskan, penyitaan barang dilakukan sejak penyelidikan. Sedangkan dirampas atau tidaknya barang yang disita itu, tergantung dengan putusan hakim di pengadilan.
"Dalam kondisi tertentu, hakim bisa memerintahkan dilakukan perampasan atau digunakan untuk perkara lain atau dikembalikan pada pemiliknya," ujar Febri.
Terakhir, Febri mengklarifikasi soal KPK gadungan yang sengaja dibuat untuk menutupi tindakan melawan hukum yang dilakukan lembaganya. "Kami pastikan hal ini tidak benar. Bahkan KPK bekerja sama dengan Polri dalam memproses para pelaku pemerasan dan penipuan yang mengaku-ngaku KPK," tegasnya.
Menurut Febri dari hasil penegakan hukum itu, di tahun 2018, 11 perkara pidana terkait penipuan dan pemerasan dengan mengaku sebagai KPK telah ditindak polisi. Tercatat ada 24 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Bahkan di bulan Mei hingga Agustus 2019, lembaga antikorupsi ini sudah menerima 403 aduan tentang ada pihak yang mengaku sebagai KPK untuk memeras dan menipu. Pengaduan ini mereka terima lewat call center mereka yaitu 198. Kemudian, aduan ini diidentifikasi oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat.
Febri menyebut lembaga KPK bukan antikritik. Apalagi, sejauh ini banyak pihak yang mengawasi lembaga ini termasuk DPR. Dia juga meminta agar publik bisa melihat rekam jejak si pemberi informasi tak valid soal KPK tersebut. "Rekam jejak kebohongan tentu tidak bisa dihapus," ujarnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah (Wardhany/era.id)
Arteria Dahlan dan tudingannya soal ahli dibayar KPK
Di media sosial beredar video Arteria yang mempertanyakan aliran dana KPK kepada Emil Salim dan Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari. Kejadian ini berlangsung saat acara Mata Najwa sedang jeda iklan.
"Anda dapat aliran dana enggak sih dari KPK? Dapat aliran dana enggak dari KPK?" kata Arteria kepada Feri.
"Kapan saya dibayar KPK?" kata Feri sambil tersenyum.
Arteria kembali menanyakan hal sama, hanya saja bukan Feri yang menjawab pertanyaan anggota dewan tersebut. Kali ini, Najwa Shihab yang menjawab pertanyaan ini.
"Enggak semua orang bisa dibayar, Bang Arteria," kata Najwa.
"Anda bertanya apakah Feri Amsari Direktur Pusat Studi Konstitusi Andalas dibayar KPK? tidak semua orang dibayar untuk melakukan sesuatu," imbuh dia, menegaskan pernyataan sebelumnya.
Najwa lalu melanjutkan pernyataannya. "Oh iya kalau DPR memang biasa bayar membayar," kata dia disambut tepuk tangan penonton.